April 22, 2017

Preview Film: Aftermath (2017)


Tanggal 1 Juli 2002 awalnya menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh 45 siswa sekolah dari Kota Ufa, Rusia. Dengan ditemani oleh sebagian orang tua, mereka terbang menuju ke Costa Dorada, Spanyol, untuk mengikuti karya wisata yang digagas oleh sebuah komite UNESCO lokal.

Namun, menjelang tengah malam, keceriaan anak-anak sekolahan tersebut berubah menjadi tragedi. Saat melintas di atas udara Uberlingen, sebuah kota kecil di Jerman, pesawat jet Tupolev Tu-54 milik maskapai Bashkirian Airlines yang mereka tumpangi bertabrakan dengan pesawat jet kargo Boeing 757 milik DHL.

Kecelakaan udara yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Uberlingen tersebut menewaskan total 71 orang (60 penumpang yang mayoritas masih abege, sembilan orang kru pesawat Bashkirian Airlines Flight 2937, dan dua orang kru pesawat kargo DHL Flight 611). Hasil investigasi dari BFU (Badan Penyelidik Kecelakaan Udara Jerman) menyatakan insiden maut tersebut disebabkan oleh kelalaian petugas air traffic controller.

Dua tahun kemudian, Peter Nielsen, air traffic controller yang bertugas saat tragedi tersebut terjadi, ditemukan tewas terbunuh. Hasil penyelidikan pihak berwajib menemukan fakta bahwa pembunuhnya adalah Vitaly Kaloyev. Warga Rusia tersebut melakukan aksi balas dend am setelah istri dan kedua anaknya menjadi korban dari Tragedi Uberlingen.

Tahun ini, kisah pilu yang terjadi lebih dari satu dekade yang lalu tersebut diangkat ke layar lebar oleh para produser film Hollywood dengan judul Aftermath. Hanya saja, nama-nama karakter di film rilisan Lionsgate ini diubah, tidak sama dengan orang-orang aslinya. Plot ceritanya juga sedikit berbeda.

Film yang semula diberi judul 478 ini dibintangi oleh Arnold Schwarzenegger. Aktor kawakan yang mulai terkenal gara-gara Conan the Barbarian (1982) itu memerankan sang tokoh utama, Roman. Karakter tersebut didasarkan pada sosok Vitaly Kaloyev, arsitek asal Rusia yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Peter Nielsen, sang air traffic controller asal Denmark.

Di film Aftermath, Roman dikisahkan harus kehilangan istri dan anak perempuannya yang sedang hamil dalam sebuah kecelakaan pesawat. Pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan itu kemudian menyalahkan air traffic controller yang bernama Jake Bonanos (Scoot McNairy) dan menuntutnya untuk bertanggung jawab.

Bagi Arnold, Aftermath ini merupakan film pertamanya setelah hampir dua tahun vakum sejak membintangi Terminator Genysis (2015) bareng Emilia Clarke. Mantan Mr. Olympia kelahiran Austria itu memang kembali aktif di Hollywood setelah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur California. Di masa comeback-nya, pria 69 tahun ini juga tampil di franchise The Expendables (2010-2014), The Last Stand (2013), Escape Plan (2013) dan Sabotage (2014).

Sayangnya, meski diperkuat oleh Arnold, Aftermath gagal mendapat respon positif dari para kritikus. Film bergenre thriller ini dianggap kurang dramatis dan tidak cukup menawarkan ketegangan.

***

Aftermath

Sutradara: Elliott Lester
Produser: Darren Aronofsky, Peter Dealbert, Randall Emmett, Scott Franklin, George Furla, Eric Watson
Penulis Skenario: Javier Gullón
Pemain: Arnold Schwarzenegger, Scoot McNairy, Maggie Grace, Martin Donovan
Musik: Mark Todd
Sinematografi: Peter Vermeer
Penyunting: Nicholas Wayman-Harris
Produksi: Emmett/Furla/Oasis Films, Pacific View Management, Protozoa Pictures, thefyzz, Grindstone Entertainment Group
Distributor: Lionsgate Premiere
Durasi: 136 menit
Rilis: 7 April 2017 (Amerika Serikat), 21 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 21 April 2017)
IMDb: 5,8/10
Rotten Tomatoes: 39%

Preview Film: The Last Word (2017)


Para moviemania masa kini mungkin tidak banyak yang mengenal Shirley MacLaine. Padahal, nenek-nenek berusia 82 tahun itu pernah enam kali masuk nominasi Academy Awards, sebelum akhirnya menyabet Piala Oscar kategori Aktris Terbaik lewat film Terms of Endearment (1983).

Tahun ini, kakak dari aktor senior Warren Beatty itu kembali menghiasi layar lebar melalui film The Last Word. Lawan mainnya adalah aktris supersexy yang foto-fotonya sering menjadi bahan fantasi cowok-cowok jomblo, Amanda Seyfried.

The Last Word sendiri mengisahkan kehidupan seorang wanita tua bernama Harriett Lauler (Shirley MacLaine) yang kaya raya, namun merasa hampa. Meski dikenal sebagai pengusaha wanita yang sangat energik dan sukses di masa mudanya, masa senja si Mbah Harriett ini sangat membosankan. Dia hanya bisa bengong di rumahnya yang megah.

Suatu ketika, dia membaca sebuah obituari di surat kabar yang ditulis oleh seorang jurnalis muda bernama Anne Sherman (Amanda Seyfried). Hal itu kemudian memantik sebuah ide yang tidak wajar di kepalanya. Harriett ingin Anne menulis obituari untuknya, saat dia masih hidup, alias sebelum dia meninggal.

Permintaan aneh itu pun terpaksa disanggupi oleh Anne mengingat Harriett adalah orang yang sangat berkuasa di tempatnya bekerja. Masalahnya, saat mengulik tentang hidup nenek tua itu, ternyata, hampir tidak ada hal baik dan inspiratif yang layak dituangkan ke dalam obituari.

Karena tidak melihat ada cara lain, di masa-masa akhir hidupnya, Harriett pun kemudian mulai melakukan hal-hal baru yang menggugah yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Obsesinya untuk membuat bahan obituari itu akhirnya juga membuat dia menjalin persahabatan dengan Anne, yang usianya jauh lebih muda.

Meski temanya tentang kata-kata terakhir sebelum kematian menjemput, The Last Word bukanlah kisah drama yang menguras air mata. Film rilisan Bleecker Street Media ini sebenarnya merupakan drama komedi yang renyah, banyak canda, mengundang tawa, dan mudah dicerna. Pesan moralnya pun jelas. Bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai hidup baru, meski kita sudah berusia senja.

Kematangan akting Shirley MacLaine, tentu saja, menjadi andalan utama film The Last Word. Aktris senior itu dituntut untuk menampilkan sosok Harriett yang menyebalkan, namun juga mengundang simpati. Selain itu, dia harus mampu memperlihatkan kehampaan yang dirasakan oleh si wanita uzur tersebut.

Sementara itu, bagi Amanda Seyfried, The Last Word adalah sebuah film yang sangat spesial. Selain beradu akting dengan Shirley MacClaine yang legendaris, cewek berukuran dada 34C itu akhirnya juga mendapat jodoh berkat drama komedi besutan Mark Pellington tersebut.

Ya, di The Last Word inilah, Amanda bertemu dengan Thomas Sadoski yang kini menjadi suaminya. Padahal, mereka tak pernah berkenalan sebelumnya. Lelaki yang sudah memberinya satu anak itu memerankan karakter Robin Sands dalam film berdurasi 108 menit ini.

Pada mulanya, sebenarnya sudah ada aktor lain yang terpilih untuk memerankan tokoh tersebut. Namun, lima hari sebelum syuting, sang aktor membatalkan diri. Thomas Sadoski yang ada di daftar cadangan kemudian dipanggil sebagai pengganti.

Selanjutnya, kalau sudah jodoh memang tak akan kemana, benih-benih cinta pun mulai tumbuh di antara Amanda dan Sadoski. Bahkan, Shirley MacLaine mengaku juga bisa mencium adanya dawai asmara di antara keduanya di lokasi syuting The Last Word.

Sayangnya, meski diperkuat oleh dua bintang ternama yang beda generasi, film yang dirilis di Amerika Serikat pada 3 Maret 2017 yang lalu ini mendapat respon kurang positif dari para kritikus. Di Indonesia, The Last Word sudah tayang mulai hari Rabu (19/4) di Cinemaxx dan CGV, sekaligus menjadi film perdana yang didistribusikan oleh Indonesia Entertainment Group (IEG) milik EMTEK (Elang Mahkota Teknologi).

***

The Last Word

Sutradara: Mark Pellington
Produser: Mark Pellington, Anne Marie MacKay, Kirk D’Amico, Aaron Magnani
Penulis Skenario: Stuart Ross Fink
Pemain: Shirley MacLaine, Amanda Seyfried
Musik: Nathan Matthew David
Sinematografi: Eric Koretz
Penyunting: Julia Wong
Produksi: Wondros, Myriad Pictures, Aaron Magnani Productions
Distributor: Bleecker Street Media
Durasi: 108 menit
Rilis: 24 Januari 2017 (Sundance), 3 Maret 2017 (Amerika Serikat), 19 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 20 April 2017)
IMDb: 6,6/10
Rotten Tomatoes: 33%
Metacritic: 40/100


Preview Film: The Neighbor (2016)


Para moviemania mungkin belum banyak yang mengenal nama Marcus Dunstan. Padahal, sineas berusia 38 tahun itu adalah sosok penulis naskah di balik film horror sadis, Saw IV (2007) hingga Saw VI (2009), dan Saw 3D (2010). Selain itu, pria asal Macomb, Illinois, Amerika Serikat tersebut juga menggarap skenario franchise Feast (2005-2009).

Tahun 2016 yang lalu, Dunstan kembali menelurkan karya horror berjudul The Neighbor. Selain menulis naskahnya bersama Patrick Melton, kali ini dia juga menyutradarai sendiri film berdurasi 87 menit tersebut. The Neighbor pun tercatat sebagai film ketiga yang dibesut oleh Dunstan setelah The Collector (2009) dan The Collection (2012).

Kisahnya ber-setting di sebuah kota kecil bernama Cutter, yang terletak di negara bagian Mississippi. Tokoh utamanya adalah seorang pemuda bernama John (Josh Stewart), yang hidup bahagia bersama pacarnya, Rosie (Alex Essoe).

Seperti penduduk kota kecil lainnya, kebanyakan orang yang tinggal di Cutter memilih untuk hidup tenang dan damai. Mereka memilih untuk menyendiri atau mengurusi keluarga sendiri. Namun, ada satu orang yang menarik perhatian John dan Rosie, yaitu sang tetangga di rumah sebelah.

Meski dia hanya seorang pria renta yang hidup sendirian, semacam jomblo tua ngenes, John dan Rosie curiga dia menyimpan sebuah rahasia. Alhasil, setiap hari mereka pun selalu mematai-matai sang tetangga jones tersebut.

Suatu ketika, John pulang dan mendapati Rosie tidak ada di rumah. Panik karena pacarnya hilang, John langsung mencari ke rumah tetangga yang selama ini dia curigai. Di sana, cowok tersebut ternyata menemukan rahasia mengerikan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya..

Marcus Dunstan selama ini memang dikenal sebagai penghasil film horror thriller yang bersimbah darah. Seperti halnya franchise Saw, The Collector dan The Collection, The Neighbor juga menawarkan kengerian serupa.

Setelah dirilis lewat DVD di Amerika Serikat pada 5 September 2016 yang lalu, film produksi Fortress Features dan Salt Company International ini mendapat rating cukup lumayan dari para kritikus. Dunstan dinilai mampu menyajikan ketegangan yang intens dan membuat bulu kuduk penonton berdiri dalam menanti kejutan di setiap adegannya.

***

The Neighbor

Sutradara: Marcus Dunstan
Produser: Brett Forbes, Patrick Rizzotti, Narbeh Tatoussian
Penulis Skenario: Marcus Dunstan, Patrick Melton
Pemain: Josh Stewart, Luke Edwards, Bill Engvall, Jaqueline Fleming, Alex Essoe, Melissa Bolona, Heather Williams
Musik: Charlie Clouser
Sinematografi: Eric Leach
Penyunting: Andrew Wesman
Produksi: Fortress Features, Salt Company International
Durasi: 87 menit
Rilis: 5 September 2016 (Amerika Serikat), 19 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 18 April 2017)
IMDb: 5,7/10
Rotten Tomatoes: 67%

Preview Film: Lavender (2016)


Tidak banyak penyanyi rap, apalagi cewek, yang punya karir cemerlang sebagai bintang film di Hollywood. Salah satunya adalah Abbie Cornish. Aktris supersexy asal Australia itu mulai dikenal secara internasional sejak memerankan karakter Sweet Pea di Sucker Punch (2011) garapan Zack Snyder.

Tujuh tahun sebelumnya, Cornish sebenarnya sudah menancapkan namanya sebagai aktris papan atas Negeri Kanguru lewat Somersault (2004), yang ia bintangi bersama Sam "Avatar" Worthington. Kala itu, film indie tersebut berhasil menyapu bersih seluruh penghargaan (total 13 kategori) dalam ajang Australian Film Institute Awards. Cornish sendiri menyabet kategori aktris terbaik.

Bulan Oktober tahun ini, cewek berukuran dada 34B tersebut bakal kembali tampil di film blockbuster Hollywood berjudul Geostorm bareng Gerard Butler. Temanya tentang bencana mahadahsyat yang meluluhlantakkan dunia. Diproduseri oleh Jerry Bruckheimer yang sudah pernah menelurkan judul-judul terkenal semacam Top Gun (1986), Armageddon (1998), Pearl Harbor (2001), Black Hawk Down (2002), hingga franchise Pirates of the Caribbean (2003-2017).

Namun, sambil menunggu Geostorm, para moviemania dan cowok jomblo di Indonesia bisa terlebih dahulu menikmati keseksian Abbie Cornish lewat Lavender, yang mulai tayang di CGV dan Cinemaxx mulai hari Rabu (19/4) ini. Psychological thriller rilisan Samuel Goldwyn Films tersebut sebenarnya sudah diputar di Amerika Serikat sejak 3 Maret 2017 yang lalu.

Kisahnya tentang seorang fotografer bernama Jane (Abbie Cornish) yang kehilangan sebagian memorinya setelah mengalami kecelakaan fatal. Untuk memulihkan ingatannya, sang psikiater, Liam (Justin Long), kemudian menyarankannya untuk mengunjungi rumah masa kecilnya. Rumah tersebut sebenarnya adalah rumah tempat keluarga Jane dibantai saat dia masih anak-anak.

Di sana, Jane kemudian menemukan petunjuk-petunjuk aneh dari foto-foto yang diambilnya. Jane pun mulai merasa bahwa mungkin dialah yang sebenarnya bertanggung jawab atas kematian seluruh keluarganya! Benarkah demikian?

Selain Abbie Cornish dan Justin Long, Lavender juga dihiasi oleh pemain yang cukup ternama, yaitu aktor kawakan Dermot Mulroney. Dia sudah berpengalaman membintangi berbagai genre film seperti My Best Friend's Wedding (1997), The Grey (2011), Insidious: Chapter 3 (2015), Dirty Grandpa (2016), hingga Sleepless (2017).

Sementara itu, Justin Long mulai dikenal sejak tampil di Jeepers Creepers (2001), Dodgeball: A True Underdog Story (2004), dan Herbie: Fully Loaded (2005) bareng si supersexy Lindsay Lohan. Mantan pacar Drew Barrymore dan Amanda Seyfried itu kemudian mencapai puncak kejayaan setelah menjadi lawan main Bruce Willis di Live Free or Die Hard (2007) dan mengisi suara Alvin Seville di franchise film animasi Alvin and the Chipmunks (2007-2015).

Sayangnya, meski diperkuat oleh sejumlah nama terkenal, Lavender yang tayang perdana di Tribeca Film Festival pada 18 April 2016 tersebut mendapat respon negatif dari para kritikus. Plot cerita, yang naskahnya ditulis sendiri oleh sang sutradara, Ed Gass-Donnelly, dianggap kurang logis, membosankan, dan gagal menyajikan ketegangan seperti yang diharapkan dari kisah misteri pada umumnya.

***

Lavender

Sutradara: Ed Gass-Donnelly
Produser: Ed Gass-Donnelly, David Valleau
Penulis Skenario: Colin Frizzell, Ed Gass-Donnelly
Pemain: Abbie Cornish, Dermot Mulroney, Justin Long, Diego Klattenhoff, Peyton Kennedy, Lola Flanery
Musik: Sarah Neufeld, Colin Stetson
Sinematografi: Brendan Steacy
Penyunting: Dev Singh
Produksi: South Creek Pictures, 3 Legged Dog Films
Distributor: Samuel Goldwyn Films
Durasi: 93 menit
Rilis: 18 April 2016 (Tribeca Film Festival), 3 Maret 2017 (Amerika Serikat),19 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 17 April 2017)
IMDb: 5,1/10
Rotten Tomatoes: 33%


April 12, 2017

Preview Film: Fast & Furious 8 - The Fate of the Furious (2017)


Tak bisa dipungkiri, sejak pertama kali dirilis 16 tahun yang lalu, The Fast and the Furious telah menjelma menjadi salah satu franchise film tersukses sepanjang masa. Temanya pun mengalami metamorfosis, dari balapan jalanan, alias street racing, menjadi heist film (pencurian), hingga spy caper dengan misi agen rahasia ala Mission: Impossible.

Furious 7, yang tayang dua tahun lalu, tercatat sebagai yang terlaris di antara franchise Fast & Furious. Film yang menjadi perpisahan bagi mendiang Paul Walker itu bahkan menjadi film dengan pendapatan tertinggi keenam sepanjang masa. Pemasukan box office-nya yang mencapai USD 1,5 miliar hanya kalah dari The Avengers (2012), Jurassic World (2015), Star Wars: The Force Awakens (2015), Titanic (1997) dan Avatar (2009).

Semula, para fans mengira Furious 7 bakal menjadi seri terakhir dari franchise yang digawangi oleh Vin Diesel tersebut. Namun, dugaan itu ternyata salah. Meski Paul Walker sudah tiada, petualangan Dominic Toretto dkk bakal terus berlanjut. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, pihak produser telah menyiapkan trilogi baru, alias tiga film sekaligus, F8, F9 dan F10, yang akan diawali dengan The Fate of the Furious yang mulai tayang hari Rabu (12/4) ini di Indonesia.

Dalam sebuah wawancara, Vin Diesel menyatakan ide film kedelapan ini sebenarnya berasal dari almarhum Paul Walker. Saat masih hidup, bintang film Hours (2013) itu sempat menjamin bahwa Fast 8 pasti bakal dibuat. Sebagai seorang "saudara", Vin pun merasa berkewajiban untuk mewujudkan "wasiat" Paul tersebut. Maka, lahirlah The Fate of the Furious. Karena film ini seperti sebuah takdir yang memang harus terjadi, meski tanpa kehadiran Paul.

Chris Morgan, sang penulis naskah, mengungkap, secara teknis, Furious 7 sebenarnya bisa menjadi akhir yang manis (sekaligus pahit, dengan tewasnya Paul Walker) dari franchise tersebut. Bisa dibilang, film yang disutradarai oleh James Wan itu merupakan tribute atau penghormatan yang sempurna untuk almarhum Paul.

Oleh karena itu, melanjutkan kisah Fast & Furious tanpa Paul, yang selama ini menjadi tokoh utama, sejatinya, merupakan hal yang sulit. Kegalauan pun sempat menghinggapi tim produksi. Apakah mereka harus berhenti? Apakah mereka harus terus melanjutkan meski tanpa Paul? Seperti apa nanti hasilnya?

Setelah melalui serangkaian proses dan diskusi, Chris Morgan akhirnya menyimpulkan bahwa Fast & Furious terancam tamat jika mereka tidak menyajikan sesuatu yang berbeda. Maka, tim produksi kemudian mengambil keputusan untuk lanjut dengan menampilkan kisah yang benar-benar lain dari pakem franchise tersebut.

Tidak ada lagi tema "keluarga" seperti yang selalu dikhotbahkan oleh tokoh Dom Toretto (Vin Diesel) selama ini. Oleh karena itu, tagline yang diusung oleh The Fate of the Furious ini adalah "Family No More", alias gak dulur-duluran maneh, kalau menurut arek-arek Jawa Timur.

Ya, berdasarkan trailer yang dirilis oleh Universal Pictures, sosok Dom, sang pemimpin, kepala keluarga dari Fast Family, memang digambarkan sudah berpaling dari "saudara-saudara"-nya gara-gara bujukan maut Cipher (Charlize Theron). Entah apa yang dibisikkan oleh cewek sexy itu sehingga Dom tega melawan teman-temannya dan, bahkan, meninggalkan sang istri tercinta, Letty Ortiz (Michelle Rodriguez).

Cipher sendiri merupakan tokoh antagonis baru di Fast & Furious. Sosok yang belum diketahui siapa nama aslinya tersebut merupakan dalang berbagai aksi kriminal dan seorang cyber-terrorist yang kejam. Charlize Theron menggambarkan karakter yang diperankannya tersebut sebagai seorang psikopat yang jahat. Pembawaannya tenang dan dingin, semacam Hannibal Lecter di The Silence of the Lambs (1991).

Charlize Theron juga mengaku beruntung bisa terlibat dalam The Fate of the Furious. MILF dengan ukuran dada 34B itu memang menyukai franchise tersebut. Meski demikian, awalnya dia sempat kaget waktu pihak produser menawarinya ikut bermain, sebelum akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Fast Family.

Tampil dalam film action dan kebut-kebutan mobil sebenarnya bukan hal baru bagi Theron. Para moviemania pasti masih ingat dengan perannya yang brilian sebagai cewek bertangan buntung, Furiosa, di Mad Max: Fury Road (2015). Oleh karena itu, F8 ini sempat diplesetkan menjadi The Fate of the Furiousa.

Selain Furiosa, eh, Cipher, tokoh baru lainnya adalah Magdalene Shaw, yang merupakan nyokap dari kakak-beradik bajingan, The Shaw Brothers, Deckard (Jason Statham) dan Owen (Luke Evans). Pemerannya pun tidak main-main, aktris senior Helen Mirren.

Hingga kini, sosok Tante Magdalene ini memang masih misterius. Apakah dia sejahat dua anaknya? Dalam sebuah foto yang dirilis beberapa waktu lalu, tampak Dom sedang berbincang dengannya di sebuah pesta. Apa hubungan wanita paro baya tersebut dengan si Hot Cipher?

Yang pasti, di film ini, anak tertuanya, Deckard, bakal kembali muncul dan memiliki peran sentral. Sementara itu, adiknya, Owen, masih terbujur koma di rumah sakit. Dan, yang lebih mengejutkan, dalam trailer F8 terlihat Deckard dibebaskan dari penjara dan bergabung dengan bekas timnya Dom yang kini dipimpin oleh Luke Hobbs (Dwayne "The Rock" Johnson).

Sosok dibalik bersatunya dua musuh bebuyutan itu adalah Frank "Mr. Nobody" Petty (Kurt Russell), pemimpin pasukan khusus yang sudah pernah tampil di Furious 7 (2015). Tim baru bentukan Mr. Nobody yang terdiri dari Deckard, Hobbs, Letty dkk ini ditugaskan untuk menghentikan Dom, yang sedang berada di bawah pengaruh jahat Cipher.

Secara logika, bersatunya Deckard dengan bekas timnya Dom ini memang sulit diterima. Mantan anggota pasukan khusus Inggris itu adalah sosok di balik terbunuhnya Han (Sung Kang), anggota Fast Family yang sangat dicintai oleh Letty dkk. Pasti masih ada dendam di antara mereka. Jadi, tema film F8 ini semacam kawan menjadi lawan dan lawan menjadi kawan.

Btw, setelah proses syuting selesai bulan Agustus tahun lalu, publik sempat dikejutkan oleh The Rock yang mengungkapkan kekesalannya di media sosial. Mantan pegulat professional itu mengunggah sebuah foto di Instagram dan menulis caption bahwa salah satu lawan mainnya di F8 adalah seorang pecundang.

Saat diwawancarai, The Rock mengungkap ada aktor yang bersikap tidak professional saat proses syuting dilakukan. Semula, para fans mengira orang yang dimaksud itu adalah Scott Eastwood, yang kali ini memerankan karakter baru bernama Eric Reisner. Namun, kemudian dugaan mengerucut kepada Vin Diesel.

Saat proses pengambilan gambar dilakukan, rumornya, bintang franchise Riddick itu beberapa kali datang terlambat ke lokasi syuting dan membuat para kru dan pemain lainnya kesal, termasuk The Rock. Entah benar atau tidak kabar tersebut.

Vin Diesel sendiri, saat diwawancarai beberapa waktu yang lalu, membantah telah berseteru dengan Dwayne Johnson. Seperti di filmnya, dia menganggap semua pemain franchise Fast & Furious adalah keluarganya. Hubungannya dengan The Rock sendiri menurutnya cukup dekat. Bahkan, ketika di rumah, Vin memanggilnya sebagai Uncle Dwayne karena dia dianggap sebagai sosok paman di Fast Family.

Sementara itu, rumor ikut sertanya Cody Walker dipastikan tidak benar. Sebelum proses syuting dilakukan memang sempat beredar kabar adik mendiang Paul Walker itu akan tampil sebagai Brian O'Conner dengan bantuan efek CGI (computer-generated imagery) seperti di Furious 7 (2015).

Pihak Universal Pictures juga sudah membantah keterlibatan Cody Walker dan menghapus namanya yang sempat tercantum di daftar pemain F8 versi situs IMDb. Karakter Brian dikisahkan sudah pensiun dan hidup bahagia bersama istri tercintanya, Mia Toretto (Jordana Brewster), dan kedua anaknya.

Di lain pihak, Lucas Black juga batal tampil di F8 karena jadwal syutingnya bentrok. Padahal, pemeran Sean Boswell di The Fast and the Furious: Tokyo Drift (2006) itu dianggap paling pas sebagai sosok penerus almarhum Paul Walker. Bintang serial NCIS itu mungkin baru akan muncul kembali di F9 dan F10.

Berbicara mengenai proses syuting, seperti seri-seri sebelumnya, F8 juga melanjutkan tradisi dengan melakukan pengambilan gambar di berbagai tempat eksotik di seluruh dunia. Setelah Miami, Tokyo, Rio De Janeiro, London dan Dubai, kini yang kebagian jatah adalah Islandia dan Havana. Menariknya, F8 menjadi film Hollywood pertama yang melakukan syuting di Kuba setelah membaiknya hubungan negaranya Fidel Castro tersebut dengan Amerika Serikat.

Dengan durasi yang cukup panjang, hingga 136 menit, para penonton juga bakal tetap disuguhi adegan-adegan gila dan ekstrem khas Fast & Furious, seperti penghancuran ratusan mobil mewah, bola raksasa yang ditabrakkan ke mobil, hingga mobil yang bisa dikendalikan dari jarak jauh dengan remote control. Satu lagi yang membuat penasaran adalah cuplikan adegan mobil-mobil balap dikejar oleh sebuah kapal selam di daerah kutub yang diselimuti es membeku.

Sejumlah scene yang memacu adrenalin itu, tentu saja, membuat F8 semakin ditunggu. Dan, setelah menggelar world premiere di Berlin pada 4 April 2017 yang lalu, film besutan F. Gary Gray ini tampaknya cukup memuaskan bagi para penonton. Respon para kritikus, sejauh ini, cukup positif.

Memang, F8 dinilai tidak sebaik dan semenyentuh Furious 7. Meski demikian, F. Gary Gray dianggap berhasil menyuguhkan tontonan action yang fun dan menghibur. The Fate of the Furious juga dirasa mampu memberi energi baru bagi franchise Fast & Furious yang seakan meredup sepeninggal Paul Walker.

***

Fast & Furious 8 - The Fate of the Furious

Sutradara: F. Gary Gray
Produser: Neal H. Moritz, Vin Diesel, Michael Fottrell
Penulis Skenario: Chris Morgan
Berdasarkan: Para karakter ciptaan Gary Scott Thompson
Pemain: Vin Diesel, Dwayne Johnson, Jason Statham, Michelle Rodriguez, Tyrese Gibson, Chris Bridges, Nathalie Emmanuel, Kurt Russell, Scott Eastwood, Charlize Theron, Helen Mirren
Musik: Brian Tyler
Sinematografi: Stephen F. Windon
Penyunting: Christian Wagner, Paul Rubell
Produksi: Original Film, One Race Films, Perfect World Pictures
Distributor: Universal Pictures
Durasi: 136 menit
Rilis: 4 April 2017 (Berlin), 12 April 2017 (Indonesia), 14 April 2017 (Amerika Serikat)

Rating (hingga 11 April 2017)
Rotten Tomatoes: 79%
Metacritic: 61/100


Preview Film: Miss Sloane (2016)


Meski sudah terjun di panggung theater sejak 1998, Jessica Chastain baru melakoni debutnya di layar lebar pada 2008 lewat film drama berjudul Jolene. Nama aktris kelahiran Sonoma, California, tersebut kemudian menjadi terkenal setelah ikut main di enam film sekaligus pada tahun 2011. Bahkan, kala itu, dia berhasil masuk nominasi Piala Oscar kategori aktris pendukung terbaik lewat film The Help (2011).

Setahun berikutnya, Jessica Chastain mencapai puncak kejayaan setelah membintangi film thriller Zero Dark Thirty (2012). Aktingnya yang brilian sebagai seorang agen CIA membawanya kembali masuk nominasi Piala Oscar kategori aktris terbaik. Meski kembali gagal menang, cewek yang kini berusia 40 tahun itu akhirnya berhasil mendapat hadiah hiburan, menggondol Golden Globe Award kategori aktris drama terbaik.

Tahun lalu, Jessica Chastain kembali membintangi dua film, yaitu The Huntsman: Winter's War bareng Chris Hemsworth dan Miss Sloane, yang baru diputar di bioskop-bioskop Indonesia mulai hari Sabtu (8/4) ini. Lewat film rilisan EuropaCorp tersebut, cewek dengan ukuran dada 34B itu kembali masuk nominasi Golden Globe Awards kategori aktris drama terbaik.

Miss Sloane sendiri merupakan drama thriller bertema politik. Mengisahkan sepak terjang Elizabeth Sloane (Jessica Chastain), seorang negosiator ulung di Washington, D.C. Nama Sloane menjadi terkenal karena lobi-lobi politik yang dia lakukan selalu berhasil mengalahkan lawan-lawannya.

Suatu ketika, Miss Sloane harus menghadapi kasus yang sangat dilematis. Dia menjadi pelobi bagi salah satu pihak yang tengah berseteru dalam pengujian sebuah undang-undang yang kontroversial, yaitu tentang melegalkan atau mencabut hak kepemilikan senjata api.

Pengujian undang-undang tersebut membuat Kongres terbagi dua, antara yang setuju legalisasi kepemilikan senjata api dan yang menolak. Sloane pun harus menghadapi berbagai tekanan dari para politikus yang berseberangan dengannya. Bahkan, kali ini, karirnya yang moncer pun terancam tamat. Mampukah wanita cantik itu meloloskan pendapatnya meski dia hanya menjadi pihak minoritas di Kongres?

Setelah tayang di Amerika Serikat pada 25 November 2016 yang lalu, Miss Sloane mendapat respon positif dari para kritikus. Sutradara John Madden dianggap berhasil mengangkat tema drama politik yang lebih mengedepankan diskusi diplomatik, termasuk dengan lika-liku dan intrik-intrik politik di dalamnya yang digambarkan secara nyata.

Akting Jessica Chastain kabarnya juga sangat memukau. Aktris yang masuk dalam daftar 100 Most Influential People in the World pada tahun 2012 versi majalah TIME tersebut menjadi kekuatan utama dari film Miss Sloane. Tak heran, para juri Golden Globe Awards menobatkannya sebagai salah satu nominator aktris drama terbaik tahun 2016.

Sayangnya, meski mendapat review positif dan dipuji oleh para kritikus, Miss Sloane gagal total secara komersial. Film berbujet USD 13 juta itu, hingga kini, hanya meraup pemasukan USD 4,6 juta, alias belum balik modal. Bahkan, film yang juga dibintangi oleh Mark Strong ini masuk dalam daftar film dengan pendapatan opening weekend terendah sejak 1982 versi Box Office Mojo.

***

Miss Sloane

Sutradara: John Madden
Produser: Ariel Zeitoun, Ben Browning, Kris Thykier
Penulis Skenario: Jonathan Perera
Pemain: Jessica Chastain, Mark Strong, Gugu Mbatha-Raw, Michael Stuhlbarg, Alison Pill, Jake Lacy, John Lithgow, Sam Waterston
Musik: Max Richter
Sinematografi: Sebastian Blenkov
Penyunting: Alexander Berner
Produksi: FilmNation Entertainment, Archery Pictures, France 2 Cinema, Canal+, Ciné+, France Televisions
Distributor: EuropaCorp
Durasi: 132 menit
Budget: USD 13 juta
Rilis: 11 November 2016 (AFI Fest), 25 November 2016 (Amerika Serikat), 8 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 9 April 2017)
IMDb: 7,2/10
Rotten Tomatoes: 71%
Metacritic: 63/100
CinemaScore: A-


Preview Film: Get Out (2017)


Selama ini, Blumhouse Productions dikenal sebagai produsen film-film berbujet murah, terutama horror dan thriller, yang mampu meneguk keuntungan besar secara box office. Di antara karya-karya yang pernah mereka hasilkan, terdapat judul-judul legendaris. Sebut saja Paranormal Activity (2009), Insidious (2011), Sinister (2012), The Purge (2013), dan Ouija (2014), yang semuanya sudah menjadi franchise.

Awal tahun ini, Blumhouse kembali menggebrak box office lewat film Split yang dibintangi James McAvoy. Dengan modal hanya USD 9 juta, mahakarya M. Night Shyamalan tersebut mampu meraup pemasukan USD 270 juta. Memang, belum sefenomenal Paranormal Activity yang bujetnya sangat minimalis (cuma USD 15 ribu), tapi berhasil meraih pendapatan hingga USD 193 juta. Namun, capaian Split tersebut sudah membuktikan bahwa Blumhouse masih bertaji.

Belum hilang ingatan para moviemania akan dahsyatnya Split, rumah produksi yang didirikan oleh Jason Blum itu kembali bikin heboh Amerika Serikat pada bulan Maret 2017 yang lalu. Film terbaru mereka, Get Out, yang berbujet USD 4,5 juta itu mampu menembus box office dengan mencatat pemasukan USD 167 juta. Dan, angka itu kemungkinan besar bakal bertambah karena Get Out masih tayang. Termasuk di Indonesia, yang baru mulai diputar pada hari Jumat (7/4) ini.

Get Out pun berhasil memecahkan rekor sebagai karya sutradara kulit hitam pertama yang mampu menembus pendapatan di atas USD 100 juta pada film debutnya. Jordan Peele, sang sutradara, juga merangkap sebagai penulis naskah di film berdurasi 104 menit ini.

Kisah Get Out sendiri berfokus pada sosok Chris Washington (Daniel Kaluuya), seorang fotografer kulit hitam yang berpacaran dengan cewek bule sexy, Rose Armitage (Allison Williams). Setelah berhubungan selama lima bulan, Rose pun berinisiatif untuk memperkenalkan Chris kepada bonyoknya.

Mulanya, Chris merasa ragu. Dia takut orang tua Rose, yang kulit putih tulen, tidak suka dengan dirinya yang negro banget. Tapi, setelah diyakinkan oleh Rose, Chris pun menyanggupi permintaan pacar cantiknya itu untuk bertandang ke rumah ortunya.

Kekhawatiran Chris, awalnya, tidak terbukti. Papa dan mama Rose, Dean (Bradley Whitford) dan Missy (Catherine Keener), menyambutnya dengan ramah. Termasuk abang Rose, Jeremy (Caleb Landry Jones), yang juga memberi pelukan hangat.

Namun, suasana nyaman itu ternyata tak berlangsung lama. Chris mulai merasakan keanehan. Terutama saat para kerabat dari keluarga Rose mulai berdatangan untuk menghadiri acara di tempat tersebut. Chris semakin tercekam setelah bertemu dengan penjaga rumah berkulit hitam yang meneriakinya "Get out!", alias menyuruhnya keluar. Misteri apa yang sebenarnya menyelimuti keluarga Rose?

Berbeda dengan film horror dan thriller lainnya, Get Out dibumbui dengan unsur komedi yang kental. Sang sutradara, Jordan Peele, memang seorang komedian. Begitu juga dengan sang aktor utama, Daniel Kaluuya, yang pernah tampil bareng Rowan "Mr. Bean" Atkinson di Johnny English Reborn (2011). Lawan mainnya, Allison Williams, juga berpengalaman membintangi serial sitkom Girls di HBO sejak 2012.

Jordan Peele sendiri mengaku memang sudah sejak lama ingin menggarap film horror. Menurut pria berusia 38 tahun tersebut, naskah cerita Get Out yang dia tulis terinspirasi dari The Stepford Wives (1975), film horror klasik yang berpremis satire. Sedangkan, untuk tema rasisme yang dia angkat, Peele menyatakan itu sangat personal. Meski demikian, dia menegaskan Get Out bukan otobiografi dirinya.

Setelah tayang di Amerika pada 24 Februari 2017 yang lalu, Get Out langsung mendapat respon sangat positif dari para kritikus. Situs Rotten Tomatoes, bahkan, memberi rating 99%. Sepanjang sejarah, hanya ada sembilan film yang pernah mendapat angka setinggi itu.

Sutradara Jordan Peele dianggap mampu menghadirkan cerita horror yang menegangkan, penuh kejutan, sekaligus menyegarkan, lucu, dan fun. Para penonton bakal dibuat penasaran sepanjang film. Sinematografi yang apik dan penataan musik yang ciamik, menurut para pengamat, juga akan membuat kita deg-degan dalam mengikuti setiap adegannya.

Hal positif lainnya, tema rasisme yang ditampilkan secara gamblang dinilai memberi gambaran nyata tentang kehidupan kaum kulit hitam di masa kini. Daniel Kaluuya, sebagai pemeran utama, dipuji mampu tampil natural dan ekspresif dengan berbagai sindiran dan celutukan jenakanya. Para penonton dijamin bakal suka dengan karakter Chris yang diperankan oleh bintang film Kick-Ass 2 (2013) tersebut.

***

Get Out

Sutradara: Jordan Peele
Produser: Jason Blum, Edward H. Hamm Jr., Sean McKittrick, Jordan Peele
Penulis Skenario: Jordan Peele
Pemain: Daniel Kaluuya, Allison Williams, Bradley Whitford, Caleb Landry Jones, Stephen Root, Lakeith Stanfield, Catherine Keener
Musik: Michael Abels
Sinematografi: Toby Oliver
Penyunting: Gregory Plotkin
Produksi: Blumhouse Productions, QC Entertainment, Monkeypaw Productions
Distributor: Universal Pictures
Durasi: 104 menit
Budget: USD 4,5 juta
Rilis: 24 Januari 2017 (Sundance), 24 Februari 2017 (Amerika Serikat), 7 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 6 April 2017)
IMDb: 8,2/10
Rotten Tomatoes: 99%
Metacritic: 84/100
CinemaScore: A-

Preview Film: Night Bus (2017)


Dalam beberapa tahun terakhir, dunia perfilman Indonesia memang semakin berkembang. Tema yang diangkat lebih berwarna, tidak lagi didominasi oleh hantu-hantu sexy dan drama percintaan ala ababil. Salah satu film terbaru yang bakal menyemarakkan perbioskopan tanah air adalah Night Bus, yang ber-genre action-thriller.

Film yang diproduseri oleh Darius Sinathrya tersebut tayang serentak mulai hari Kamis (6/4) ini. Kisahnya diadaptasi dari cerpen karya Teuku Rifnu Wikana yang terbit pada 2010 yang lalu. Menariknya, cerpen yang berjudul Selamat itu, kabarnya, merupakan pengalaman nyata dari si penulis.

Setelah mengunggah karyanya tersebut ke internet, Rifnu mendapat respon positif dari para pembaca. Banyak yang mengatakan cerpen Selamat layak untuk diangkat ke layar lebar. Dari situ akhirnya film Night Bus ini berkembang. Skenarionya kemudian digarap oleh Rahabi Mandra dan disutradarai oleh Emil Heradi.

Menurut Darius, kisah Night Bus memang terinspirasi dari kejadian yang Rifnu alami. Namun, dia tidak mau mengaitkan hal itu secara langsung karena bakal sensitif. Makanya, mereka memilih nama daerahnya juga fiksi karena tidak ingin menyinggung salah satu pihak yang ada di kehidupan nyata.

Ceritanya, pada tahun 1999, ada seorang wartawan yang mendapat tugas untuk meliput daerah yang sedang dilanda konflik dengan menumpang sebuah bus malam. Berangkat dari Kota Rampak, dia menuju Sampar, sebuah daerah yang kaya sumber daya alam di ujung Pulau Santani. Selama 12 jam, dari pukul lima sore hingga pagi, para penumpang mengalami situasi yang mencekam. Hampir setiap dua jam sekali, bus dihentikan di tengah jalan dan di-sweeping bergantian oleh dua pihak yang bertikai, yaitu kelompok separatis Samerka (Sampar Merdeka) dan aparat pemerintah.

Para penumpang tersebut memiliki tujuan masing-masing. Ada yang ingin pulang dan bertemu dengan keluarga di Sampar, ada yang ingin berziarah ke makam anak yang baru meninggal, ada yang ingin menyelesaikan urusan pribadi serta mencari penghidupan yang lebih layak, dan lain-lainnya.

Tak dinyana, perjalanan biasa menggunakan bus malam itu kemudian berubah menjadi teror yang menegangkan. Di antara para penumpang, ternyata ada seseorang menjadi pembawa pesan rahasia untuk Panglima Samerka. Dia diburu oleh pihak yang bertikai, termasuk oleh gerombolan bandit keji yang memanfaatkan situasi konflik.

Nyawa para penumpang bus malam pun dipertaruhkan. Tak ada yang bisa menebak siapa yang bakal selamat, atau menjadi korban, dalam perjalanan maut selama 12 jam yang sangat mencekam tersebut..

Dibintangi oleh sejumlah aktor terkenal tanah air, seperti Alex Abbad, Torro Margens, Tio Pakusadewo, Teuku Rifnu Wikana, Lukman Sardi dan Donny Alamsyah, film bikinan Night Bus Pictures ini sebenarnya telah merampungkan syuting sejak bulan Oktober 2015 yang lalu. Tapi, karena satu dan lain hal, terutama untuk mematangkan proses pasca produksi, baru bisa dirilis pada bulan April 2017.

Biaya yang dibutuhkan untuk membuat Night Bus memang tidak sedikit. Darius Sinathrya, yang melakoni debutnya sebagai produser, dianggap cukup berani mengangkat tema sederhana, dari kejadian yang bisa dialami oleh siapa saja, menjadi sebuah film dengan sentuhan teknologi canggih dan mahal.

Menurut Darius, ada sekitar 500 adegan yang menggunakan visual effect dan CGI (computer-generated imagery). Bahkan, ada yang full generated animation. Misalnya, untuk menampilkan suasana kota yang hancur karena konflik, tidak mungkin dilakukan syuting secara real di Indonesia, karena bakal butuh biaya yang tinggi dan waktu yang lama untuk menyelesaikannya.

Amrin Nugraha, yang bertindak sebagai supervisor efek visual, menyatakan para produser Night Bus bukan membikin film, tapi membikin sejarah dalam film. Dia menjanjikan para penonton bakal puas setelah menyaksikan sajian action-thriller keren yang digarap dengan teknologi tinggi ini.

Teuku Rifnu, yang bertindak sebagai produser bersama Darius, juga cukup pede. Dia berniat membawa Night Bus melanglang buana ke berbagai festival film internasional, seperti Hongkong, Toronto dan Prancis.

Dari siaran persnya beberapa waktu lalu, pihak Night Bus Pictures memang memiliki visi dan target untuk masuk ke pasar film global. Selain bertujuan untuk menghibur, mereka juga membawa pesan pentingnya menjaga persatuan dan keutuhan bangsa demi menghindari konflik yang pastinya akan menimbulkan korban, kerugian dan kehancuran.

***

Night Bus

Sutradara: Emil Heradi
Produser: Darius Sinathrya, Teuku Rifnu Wikana
Penulis Skenario: Rahabi Mandra
Berdasarkan: Selamat by Teuku Rifnu Wikana
Pemain: Alex Abbad, Edward Akbar, Agus Nur Amal, Abdurrahman Arif, Torro Margens, Hana Prinantina, Lukman Sardi, Yayu A. W. Unru, Teuku Rifnu Wikana, Tio Pakusadewo
Sinematografi: Anggi Frisca
Produksi: Night Bus Pictures
Distributor: Kaninga Pictures
Rilis: 6 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 12 April 2017)
IMDb: 8,2/10

Preview Film: The Boss Baby (2017)


Disney memang dikenal sebagai rajanya film animasi di Hollywood. Meski demikian, mereka bukannya tanpa pesaing. Ada DreamWorks Animation yang kiprahnya juga tidak bisa diremehkan. Tahun lalu, studio yang didirikan oleh sang Maestro Steven Spielberg itu cukup sukses saat merilis Kung Fu Panda 3 dan Trolls.

Tahun ini, saat Disney belum meluncurkan karya animasi, mungkin karena masih fokus dengan proyek live-action Beauty and the Beast (2017), DreamWorks sudah mencuri start dengan The Boss Baby. Film yang kisahnya diadaptasi dari buku anak-anak bergambar dengan judul sama karangan Marla Frazee itu sudah bisa dinikmati di bioskop-bioskop Indonesia mulai hari Rabu (5/4) ini.

Fokus cerita The Boss Baby adalah seorang bayi misterius yang diadopsi oleh keluarga Templeton. Uniknya, bayi tersebut datang dengan mengenakan setelan jas, lengkap dengan tas kerjanya, layaknya seorang eksekutif top.

Kehadiran The Boss Baby (Alec Baldwin) ternyata membuat Tim (Miles Bakshi) cemburu. Anak tunggal keluarga Templeton yang baru berusia tujuh tahun itu merasa si bayi ajaib tersebut telah merebut perhatian kedua bonyoknya, Ted (Jimmy Kimmel) dan Janice (Lisa Kudrow), dari dirinya.

Tim, pada akhirnya, harus bekerja sama dengan The Boss Baby setelah mengetahui bahwa si bayi merupakan agen rahasia dari Baby Corp. Misinya adalah menghentikan rencana Francis E. Francis (Steve Buscemi), CEO dari Puppy Co. yang berniat merusak keseimbangan kasih sayang di seluruh dunia dengan membuat orang tua lebih mencintai anak anjing, bukan bayi. Jadilah film rilisan 20th Century Fox ini "perang" antara baby melawan puppy.

Jika melihat para dubber-nya, The Boss Baby memang bukan film animasi ecek-ecek. Sejumlah nama besar ikut ambil bagian. Sebut saja Alec Baldwin, Steve Buscemi, Jimmy Kimmel dan Lisa Kudrow. Selain itu, juga ada Tobey "Spider-Man" Maguire yang mengisi suara karakter Tim dewasa, yang sekaligus berperan sebagai narator di film berdurasi 98 menit ini.

Alec Baldwin, yang dulu lebih sering bermain di film-film serius semacam Pearl Harbor (2001) dan The Departed (2006), memang mulai beralih ke komedi sejak membintangi serial sitkom 30 Rocks (2006-2013) bareng Tina Fey. Berkat perannya sebagai Jack Donaghy, kakak Stephen Baldwin itu meraih 2 piala Emmy Awards pada 2013, 3 trofi Golden Globes pada 2010, dan 7 penghargaan di SAG Awards.

Dengan jam terbang lebih dari 80 judul film dan ratusan episode serial televisi, kualitas akting Alec Baldwin memang tidak perlu diragukan. Aktor yang sekilas mirip pelatih Bayern Muenchen, Carlo Ancelotti, ini bisa memerankan karakter apa saja dengan brilian. Termasuk, ketika dia harus bernyanyi bersama Russell Brand di film komedi musikal Rock of Ages (2012).

Di samping para cast berbintang, The Boss Baby juga dibesut oleh sosok yang berpengalaman di dunia animasi. Tom McGrath selama ini dikenal sebagai sutradara dari empat film franchise Madagascar (2005-2014). Selain itu, dia juga menelurkan Mr. Peabody & Sherman yang dirilis pada tahun 2014.

Sebelum The Boss Baby, McGrath sebenarnya sudah pernah bekerja sama dengan Alec Baldwin di Madagascar: Escape 2 Africa (2008). Kala itu, Baldwin mengisi suara singa bernama Makunga, yang merupakan villain utama di film produksi DreamWorks Animation tersebut.

Baldwin sendiri mengaku tidak kesulitan menjadi dubber untuk kali kedua di film animasi besutan McGrath. Suami Hilaria Thomas tersebut, saat ini, memang memiliki dua anak yang masih balita. Hal itu membuatnya lebih mudah untuk mendalami karakter bayi. Tinggal ditambah dengan gaya bossy, jadilah The Boss Baby.

Satu hal yang menarik, gaya si bayi yang nge-boss itu dianggap meniru Donald Trump. Karakternya yang ambisius memang mengingatkan kita pada sosok Presiden Amerika Serikat tersebut. Apalagi, dalam enam bulan terakhir, Alec Baldwin rutin memarodikan Trump di acara komedi Saturday Night Live (SNL) sebanyak 17 kali!

Aktingnya yang ekselen sebagai suami Melania Knauss tersebut sampai membawa Baldwin meraih Critics' Choice Awards. Bahkan, saking miripnya, koran El Nacional dari Republik Dominika pernah salah memasang foto Baldwin yang mereka kira sebagai Trump beneran. Padahal, itu adalah Trump KW!

Sementara itu, sutradara Tom McGrath menegaskan The Boss Baby bukan parodi tentang Donald Trump. Menurutnya, film yang skenarionya ditulis oleh Michael McCullers, yang saat ini juga sedang menggarap naskah Shrek 5, itu tidak bermaksud menyindir siapa pun. McGrath mengaku sudah mengincar Alec Baldwin sebagai pemeran utama jauh sebelum Trump menjadi calon presiden.

Proses produksi The Boss Baby sebenarnya memang dimulai sejak 2014, tapi perilisannya sempat mengalami penundaan beberapa kali. Pertama diumumkan bakal tayang pada 18 Maret 2016, lalu menjadi 13 Januari 2017, kemudian berubah lagi menjadi 10 Maret 2017, sebelum akhirnya dirilis di Amerika Serikat pada 31 Maret 2017.

Sebagai sarana promosi, The Boss Baby ternyata juga tak segan untuk memanfaatkan film produksi Disney, yang notabene merupakan pesaing DreamWorks Animation. Dari trailer terbarunya, tampak si bayi yang dewasa sebelum waktunya itu sedang bermain dengan boneka Lumiere dan Cogsworth, dua karakter jenaka yang muncul di Beauty and the Beast.

Upaya 20th Century Fox untuk menarik perhatian dengan gimmick tersebut, tampaknya, cukup berhasil. The Boss Baby, bahkan, mampu mengkudeta Beauty and the Beast yang sudah dua minggu berkuasa di puncak box office. Pada weekend ketiga, film yang dibintangi oleh Emma Watson itu "hanya" mampu mengumpulkan pemasukan USD 47,5 juta di Amerika, kalah tipis dari si Boss Bayi (USD 49 juta).

Pihak produser sendiri mengaku tak menyangka film komedi animasi berbujet USD 125 juta tersebut mampu memuncaki box office di pekan perdana. Awalnya, mereka hanya menargetkan pemasukan USD 20 juta dalam seminggu pemutaran pertama. Menurut Chris Aronson, kepala distribusi 20th Century Fox, The Boss Baby berhasil memikat penonton karena konsepnya bagus dan dibintangi oleh Alec Baldwin yang suaranya sangat khas.

Sayangnya, meski cukup berhasil secara komersial dan disukai oleh para moviegoer, film yang musiknya digarap oleh Hans Zimmer ini mendapat respon kurang positif dari para kritikus. Premis cerita The Boss Baby, bayi melawan anak anjing, dianggap terlalu mengada-ada. Arah plotnya juga tidak jelas serta banyak humor dewasa yang tidak lucu dan eksekusinya tidak mulus.

***

The Boss Baby

Sutradara: Tom McGrath
Produser: Ramsey Ann Naito
Penulis Skenario: Michael McCullers
Berdasarkan: The Boss Baby by Marla Frazee
Pemain: Alec Baldwin, Steve Buscemi, Miles Bakshi, Jimmy Kimmel, Lisa Kudrow, Tobey Maguire
Musik: Hans Zimmer, Steve Mazzaro
Penyunting: James Ryan
Produksi: DreamWorks Animation
Distributor: 20th Century Fox
Durasi: 98 menit
Budget: USD 125 juta
Rilis: 12 Maret 2017 (Miami), 31 Maret 2017 (Amerika Serikat), 5 April 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 4 April 2017)
IMDb: 6,1/10
Rotten Tomatoes: 49%
Metacritic: 50/100
CinemaScore: A-