June 28, 2009

Bersahabat Dengan Ketakutan

Seringkali kita mendengar nasehat dari para motivator bahwa kita harus berani, membuang rasa takut, dan sebagainya. Dan seringkali pula teori-teori yang diberikan itu menguap begitu saja tanpa pernah kita aplikasikan. Rasa takut masih tetap menghinggapi, keberanian yang dinanti tidak kunjung menghampiri. Apakah Anda juga merasa seperti itu?

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan nasehat mengenyahkan atau menyingkirkan rasa takut karena ketakutan memang hanya ada dalam pikiran kita. Yang harus kita lakukan hanyalah mengalihkan pikiran dari objek yang menjadi ketakutan kita tersebut. Teori yang sebenarnya sangat sederhana tetapi pada prakteknya sangat sulit dilakukan.

Saya mempunyai seorang teman yang pernah mengalami ketakutan luar biasa saat harus berbicara di depan umum. Padahal, teman saya itu sudah sering mengikuti pelatihan-pelatihan dan membaca buku-buku tentang public speaking. Intinya, segala macam teori tentang berbicara di depan umum sudah ada di dalam otaknya. Menjadi aneh karena dengan segala pengetahuan yang dimiliki tersebut, dia tetap saja merasa takut bila harus tampil di depan umum.

Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun, sampai akhirnya dia menyadari bahwa ketakutan itu tidak bisa DIHILANGKAN. Semakin dia berusaha menyingkirkan, semakin besar rasa takut yang dia rasakan. Saat ini dia tidak lagi berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya. Yang dia lakukan malah BERKAWAN dengan rasa takutnya. Dia berusaha mengenali rasa takutnya karena dia merasa ketakutan adalah SAHABATNYA yang paling setia. Persahabatan inilah yang akhirnya membuat dia terbiasa dengan rasa takut.

Mungkin Anda pernah mengenal atau melihat orang yang hidup dengan ular berbisa, harimau atau buaya? Kenapa mereka tidak merasa takut? Jawabannya karena mereka bersahabat dengan binatang-binatang buas tersebut. Mereka tidak menghindari, malah meniduri. Mereka tidak melawan, malah berkawan. Mereka tidak menyakiti, malah menyayangi. Untuk bisa menjinakkan seekor macan, terlebih dahulu Anda harus bersahabat dengan macan tersebut. Itulah kunci untuk menaklukkan sesuatu yang menakutkan.

Contoh yang lain adalah seorang pilot berpengalaman yang sudah mempunyai jam terbang tinggi yang masih punya rasa takut meskipun sudah ribuan kali menerbangkan pesawat. Seorang juara tinju yang sudah puluhan kali mempertahankan gelarnya pun masih punya rasa takut ketika naik ring. Seorang bintang sepak bola yang sudah ribuan kali bertanding pun masih punya rasa takut ketika mengambil tendangan penalti. Seorang pembalap Formula 1 yang sudah ratusan kali berlomba pun masih punya rasa takut ketika memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Seorang motivator hebat yang sudah ribuan kali naik panggung juga masih punya rasa takut ketika harus memberikan motivasi di hadapan ribuan orang. Seorang politisi senior pun masih punya rasa takut ketika harus tampil dalam sebuah debat calon presiden. Bahkan, bagi Anda yang sudah berpengalaman mengendarai motor atau mobil selama bertahun-tahun, mungkin juga masih punya rasa takut ketika berkendaraan.

Kesimpulannya, orang-orang ‘pemberani’ di atas, termasuk Anda semua, tidak menghilangkan rasa takut, tetapi malah BERSAHABAT DENGAN KETAKUTAN. Itulah resep jitu untuk menghadapi rasa takut.

Menulis Itu Mudah

Saat masih duduk di bangku sekolah dasar, pelajaran yang paling saya benci adalah mengarang alias menulis. Saya benci karena merasa pelajaran mengarang itu sulit banget, bahkan lebih sulit daripada mengerjakan soal-soal hitungan matematika.

Saya tidak menyangka bahwa kebencian itu ternyata bisa berbalik seratus delapan puluh derajat. Memang tidak serta-merta. Seingat saya, hobby menulis ini mulai tumbuh saat saya mendapatkan hadiah mesin ketik dari orang tua. Dengan ‘senjata’ mesin ketik (yang masih ada sampai sekarang) dan jurus mengetik ‘sebelas jari’ itulah saya mulai BELAJAR merangkai kata dan menata kalimat satu demi satu.

Apakah hanya gara-gara mesin ketik kebencian saya berubah menjadi kecanduan? Saya rasa bukan karena itu. Waktu di SD, saya merasa sangat sulit mengarang dikarenakan topik tulisannya sudah ditentukan oleh ibu/bapak guru. Saya sudah lupa topiknya apa saja. Yang pasti, sebagian besar adalah topik-topik yang tidak saya SUKAI kala itu.

Mengarang hal-hal yang tidak saya SUKAI inilah yang ternyata menyulitkan saya dalam menulis. Berbeda halnya kalau saya menulis untuk diri sendiri menggunakan mesin ketik di rumah, saya dapat dengan BEBAS mengeksplorasi ide-ide yang ada dalam pikiran tanpa terbelenggu oleh topik-topik seperti yang sudah ditentukan dalam pelajaran mengarang.

Dari dulu sampai sekarang, saya suka menulis tentang sepak bola, balap mobil Formula 1, sosial politik, sejarah dan sains (pengetahuan alam). Topik-topik itulah yang memang saya minati. Belakangan ini, saya juga mulai tertarik dengan tema-tema bisnis dan motivasi. Intinya, setiap hal yang menarik perhatian saya, bisa saya jadikan tulisan.

Maka dari itu, saya berpendapat bahwa mengarang itu sebenarnya MUDAH kalau kita menulis hal-hal yang memang kita SUKAI. Bahkan, saya percaya SETIAP orang sebenarnya bisa menjadi pengarang atau penulis hebat bila mereka mau menulis topik-topik yang memang menjadi MINAT mereka. Saya juga percaya, kecanduan menulis dapat menjadi terapi jiwa dan menyehatkan pikiran kita, sepanjang yang kita tulis adalah hal-hal yang positif dan menyegarkan. Bukankah dengan jiwa dan pikiran yang sehat akan membuat tubuh menjadi kuat? Jadi, tunggu apa lagi? Ayo menulis!

June 26, 2009

Catatan Seorang PSK

Saya heran, kenapa banyak orang yang merasa ‘jijik’ dan ‘alergi’ dengan ‘pekerja seks komersial’ (PSK). Profesi tertua di dunia ini sering dianggap sebagai profesi yang yang paling kotor dan berdosa.

Kenyataannya, saya yakin tidak ada satu wanita pun yang bercita-cita menjadi PSK. Situasi dan kondisilah yang memaksa mereka untuk terjun ke ‘lembah kenikmatan’ tersebut.

Menurut saya, banyak yang lebih berdosa daripada menjadi seorang pelacur. Ada orang munafik yang melacurkan jiwanya dengan berpindah agama agar bisa berkuasa. Ada juga orang pintar yang melacurkan pikirannya dengan berpikir keras bagaimana caranya bisa korupsi. Yang lagi trend, ada orang yang melacurkan dirinya dengan pura-pura membantu rakyat miskin demi uang dan kekuasaan. Serta yang paling sering, ada orang yang melacurkan cintanya dengan menikah demi uang dan kekayaan.

Bagi saya, lebih baik menjadi PSK daripada menjadi orang munafik yang melacurkan jiwa, pikiran dan perasaan (cinta) demi uang maupun kekuasaan.

Soe Hok Gie (seorang demonstran, aktivis mahasiswa angkatan ’66, intelektual muda, serta pejuang keadilan dan kebebasan sejati yang meninggal pada usia muda) punya semboyan, “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.” Saya pegang teguh kata-katanya. Oleh karena itu, saat ini dengan bangga saya menyatakan diri saya adalah seorang ‘pembenci segala kemunafikan’ (PSK).

Ikan Bakar dan Arti Kehidupan a la Nelayan

Tidak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan ikan bakar dipadu dengan es kelapa muda bila disantap saat matahari mulai beranjak ke peristirahatan. Sambil duduk di tepi pantai, melihat ombak di lautan yang mengulung-gulung laksana gelombang yang hendak menelan bumi.

Tak lama kemudian, di kejauhan juga nampak sekoci-sekoci nelayan yang sedang berjuang menerjang ganasnya samudera. Pemandangan itu sontak menyadarkan saya. Rasa gurih ikan bakar yang saya nikmati ternyata harus dibayar dengan taruhan nyawa para nelayan. Tak lupa, rasa syukur dan doa langsung saya panjatkan kepada Tuhan untuk keselamatan mereka.

Nelayan, sebuah profesi yang sering dianggap remeh oleh sebagian orang, terutama orang-orang yang tidak pernah menyaksikan bagaimana aksi mereka di lautan. Padahal, profesi ini adalah profesi yang sangat mulia seperti halnya petani. Sebagai negara yang mayoritas wilayahnya adalah laut, Indonesia sangatlah bergantung pada para nelayan sebagai salah satu pilar penunjang ekonomi kerakyatan.

Dari nelayan juga kita bisa belajar banyak hal. Salah satunya adalah keberanian. Untuk bisa mendapat ikan yang banyak, mereka harus menyingkirkan rasa takutnya dan pergi ke lautan lepas. Semakin jauh mereka melaut, semakin ganas gelombangnya, semakin besar risikonya, tetapi juga semakin besar pula peluangnya untuk pulang membawa tangkapan ikan yang banyak.

Dalam hidup ini pun demikian adanya. Banyak orang yang ingin mendapat ‘hasil’ besar tetapi takut menerjang ‘badai’ di lautan kehidupan. Seharusnya, bila kita mempunyai impian yang besar maka kita juga harus punya keberanian yang besar pula untuk mewujudkannya. Semakin tinggi tujuan kita, semakin tinggi pula risikonya. Para nelayan telah mengajarkan hal ini kepada saya. Sebuah prinsip dasar yang harus kita semua miliki bila kita ingin bangsa ini menjadi bangsa yang besar. Sekali layar terkembang, pantang diturunkan!

PS:
Bagi yang belum tahu bagaimana kerasnya kehidupan nelayan, mungkin bisa menonton kembali sebuah film lawas yang berjudul The Perfect Storm, yang dibintangi oleh George Clooney. Memang yang ditampilkan adalah kehidupan nelayan di Amerika (yang tentu saja jauh lebih sejahtera dibandingkan nelayan di Indonesia), tetapi spirit dan arti kehidupan a la nelayan cukup terwakili di film tersebut.

Resep Menghadapi Para Pembenci a la CR7

Cristiano Ronaldo alias CR7 (dijuluki CR7 karena suka menggunakan kostum bernomor 7) mungkin adalah pemain sepak bola yang paling terkenal saat ini. Selain itu, yang pasti, CR7 adalah pemain termahal di dunia menyusul megatransfernya dari MU ke Real Madrid senilai 1,3 triliun rupiah lebih. Sebuah harga yang fantastis bagi seorang ‘gladiator’ di era modern seperti sekarang.

Selain kaya dan terkenal, pemain sepak bola terbaik di dunia tahun 2008 ini juga mempunyai banyak penggemar dan banyak pula pembencinya. Yang menggemari, selain kaum adam, mayoritas juga kaum hawa yang ‘tersepona’ dengan kegantengan dan ke-’macho’-an seorang Ronaldo.

Nah, untuk kaum pembencinya, baru-baru ini muncul pernyataan menarik dari pemuda asal Portugal ini, yang banyak dilansir oleh media-media massa di dunia. Memang, semenjak kabar megatransfer ke Real Madrid beredar, penggemar-penggemar Ronaldo makin bertambah, tak mau kalah juga pembenci-pembencinya. The Ronaldo’s Haters menyatakan bahwa CR7 adalah orang yang tidak loyal (tega meninggalkan MU dan Alex Fergusson yang sudah memberikan banyak gelar baginya) dan hanya mendewakan uang.

CR7 sendiri bukannya tidak tahu akan hal itu. Dia sudah siap menghadapi risiko tersebut menyusul kepindahannya ke El Real. Bahkan, dia tidak peduli jika makin banyak orang yang membencinya. Dia menyatakan siap dicaci dan siap dibenci. Berikut ini adalah petikan pernyataannya saat diwawancarai majalah Prancis, So Foot.

“Saya suka jika ada yang mengejek saya. Saya suka melihat kebencian dari mata mereka yang membenci saya dan saya senang mendengar mereka mengejek saya. Itu sama sekali tidak mengganggu.”

Memang, pernyataan itu terkesan seperti sombong, khas seorang CR7. Arogansi inilah yang membuat banyak orang membencinya, termasuk saya. Tetapi, kali ini saya harus objektif dan menyatakan setuju dengan Ronaldo.

Dalam menyikapi kebencian, hinaan, atau hal-hal negatif lainnya, seringkali kita responsif dan balik bersikap negatif pula, seperti marah, ngamuk, menangis, bahkan menuntut orang yang menghina kita karena pencemaran nama baik.

Lewat kata-katanya itu, Ronaldo sudah mengajarkan kepada saya untuk selalu berusaha bersikap positif. Tidak ada gunanya membalas kritikan, kebencian, ejekan dan hinaan yang ditujukan kepada kita. Malah sebaliknya, kita harus menyukainya dan jangan sampai terganggu karenanya. Lihat sisi positifnya. Makin dikritik, makin menarik. Makin dibenci, makin banyak yang menggemari. Makin dihina, makin banyak pula yang membela. CR7 sudah membuktikannya.

The Cinderella’s Story: if you are small, don’t be afraid…

Kejutan demi kejutan terjadi dalam FIFA Confederations Cup 2009 di Afrika Selatan. Aktor utama dari drama penuh surprise ini adalah tim nasional sepak bola USA alias Amerika Serikat.

Mengawali laga penyisihan grup dengan hasil buruk (dikalahkan Italia 1-3 dan dicukur Brazil 0-3), USA membalikkan prediksi semua pengamat. Landon Donovan dkk membuktikan dirinya bukanlah tim sembarangan yang mudah disingkirkan. Buktinya, saat ini mereka menantang juara bertahan Brazil untuk memperebutkan trofi antar-benua ini di babak final. Dan bila nanti Amerika berhasil menjadi juara, maka perjalanan mereka kali ini tak ubahnya sebuah cerita a la Cinderella, from zero to hero.

Di babak semifinal, tidak tanggung-tanggung, tim yang dipermak adalah Matador Spanyol yang merupakan tim nomor satu di dunia saat ini. Kemenangan The Sam’s Army 2-0 sekaligus menghentikan rekor fantastis Spanyol yang tidak terkalahkan sepanjang 35 pertandingan terakhir.

Bagi saya, keberhasilan negeri Paman Sam tersebut memperkuat teori tentang memanfaatkan peluang sekecil apa pun, terutama dalam sepak bola. Di babak penyisihan grup, mereka menyiksa Mesir 3-0 yang lebih diunggulkan dan lebih punya peluang, sekaligus mengirim pulang gladiator-gladiator Italia ke Roma. Jadi, jangan takut sebelum bertanding, meskipun ‘hasil survey’ atau ‘pasar taruhan’ menyatakan kita bakal kalah karena peluang kita kecil. Bola itu bundar dan anything can happen!

Di final nanti, USA akan kembali menantang tim Samba Brazil yang tadi malam (dini hari WIB) mengubur ambisi tuan rumah Afrika Selatan untuk tampil di partai puncak lewat gol tunggal bek sayap Barcelona, Daniel Alves. Meskipun di babak penyisihan grup Brazil sudah pernah membantai Amerika 3-0, saya rasa di final nanti bakal berbeda.

Saya harap The Sam’s Army mampu membuat kejutan lagi dan menyempurnakan skenario The Cinderella’s Story. Let’s kick Kaka’s ass! Saatnya incumbent (juara bertahan) dilengserkan. Waktunya membalikkan keadaan dari kekalahan menjadi kemenangan. This is the final countdown! Sangat membosankan kalau juaranya Brazil terus. Kali ini ‘wong cilik’ (tim kecil) yang akan bertahta dengan spirit: if you are small, don’t be afraid.

June 24, 2009

Nasib Petani dan Kuliner Sederhana a la Wong Cilik

Sambil menikmati makan siang sederhana, pepes ikan teri dan sayur asem, tak lupa juga segelas teh manis, dengan suasana pedesaan yang jauh dari kebisingan kota, saya mengamati para petani yang sedang berjuang di sawah. Saya cukup beruntung bisa bersantap duluan, sedangkan mereka, para petani, sedang berpeluh keringat menyediakan beras yang nantinya akan menjadi nasi yang saya nikmati.

Di sisi yang lain, cukup miris juga melihat nasib para petani kita yang tidak kunjung sejahtera. Sebab itu, kebijakan untuk swasembada beras mutlak kita perlukan. Dengan mengkonsumsi beras produk lokal, secara tidak langsung kita juga berjasa meningkatkan kesejahteraan para petani. Hitung-hitung sebagai “balas budi” kita kepada mereka.

Memang, saat ini makanan-makanan lokal sedang menghadapi ancaman dari serbuan produk-produk asing, terutama di perkotaan. Orang-orang lebih suka menyantap kuliner cepat saji yang mewah-mewah khas ‘neolib’ daripada makanan sederhana khas ‘wong cilik’ di pedesaan, seperti nasi hangat, sayur asem, tahu, tempe, pepes ikan, dsb. Jujur, menurut saya, jauh lebih mak nyus hidangan ‘ndeso’ tersebut, apalagi kalau kita nikmati di pinggir sawah bersama-sama dengan para petani.

Oleh karena itu, mari kita nikmati bersama kesederhanaan ini. Kemajuan teknologi dan kemajuan zaman bukanlah suatu penghalang untuk kembali hidup merakyat.

June 23, 2009

Jadilah PSK

Budaya berpikir negatif dan berburuk sangka rupanya sulit dihilangkan dari masyarakat kita.

Beberapa malam yang lalu, saya memposting status di facebook seperti berikut: “Lagi nungguin PSK langganan saya di pinggir jalan…udah laper banget nih!...”

Mungkin beberapa orang yang membaca status tersebut akan berpikiran negatif. Padahal, PSK yang saya maksud adalah ‘penjual sate keliling’. Hehehe.. Memang, di sini saya juga bersalah, karena tidak menyampaikan informasi secara lengkap, sehingga akan membuat orang-orang berpikiran yang macam-macam tentang saya.

Dalam menanggapi informasi-informasi yang tidak lengkap (gossip, bahasa gaulnya :p), seringkali kita sudah berburuk sangka terlebih dahulu terhadap seseorang tanpa memastikan kebenarannya. Setidaknya, kita bisa bertanya terlebih dahulu kepada yang bersangkutan, apalagi kalau itu menyangkut orang-orang yang dekat dengan kita.

Menurut saya, hubungan kita dengan orang lain tidak akan langgeng bila masing-masing tidak saling memahami dengan baik. Untuk mendapatkan pemahaman yang baik dalam setiap hubungan (suami-istri, anak-orang tua, atasan-bawahan, presiden-wapres, antar-teman, antar-kekasih, antar-rekan kerja, antar-negara, antar-parpol, antar-agama, antar-suku, antar-ras, antar-golongan, dsb.), kunci suksesnya adalah KOMUNIKASI.

Banyak masalah keluarga yang terjadi hanya dikarenakan komunikasi yang buruk. Suami curiga sama istri, demikian juga sebaliknya, istri curiga sama suami. Tidak heran, angka perceraian semakin meningkat akhir-akhir ini, termasuk presiden yang ikut-ikutan trend dengan menceraikan wapresnya dan mencari wapres idaman lain (WIL) pada pilpres kali ini. Hehehe..

Oleh karena itu, setiap ada permasalahan yang timbul, hendaknya kita bisa meredam emosi masing-masing, bersikap SABAR, dan mengedepankan komunikasi yang baik berdasarkan akal sehat. Budayakan berpikir POSITIF, kurangi kebiasaan berpikir negatif dan berburuk sangka. Berikanlah informasi yang lengkap, akurat dan bisa dipercaya. Serta yang paling penting, hindari bergossip!

Akhir kata, kedamaian dan keharmonisan hanya akan tercipta bila kita bisa saling memahami satu sama lain. Dunia sudah bosan dengan pertikaian dan peperangan. Saatnya memulai lembaran yang baru, dan PERUBAHAN itu dimulai dari DIRI KITA masing-masing. Jadilah ‘positif, sabar dan komunikatif’ (PSK).

June 22, 2009

Manfaatkan Peluang Sekecil Apapun

Luar Biasa! Tim nasional sepak bola USA akhirnya berhasil lolos dari lubang jarum pada Confederations Cup. Landon Donovan dkk berhasil mengalahkan Mesir dan menyisihkan Italia untuk melaju ke babak semifinal ‘piala dunia mini’ yang diselenggarakan di Afrika Selatan tadi malam (dini hari WIB).

Bertanding dengan posisi tidak diunggulkan menyusul kehebatan juara Afrika Mesir yang berhasil mempermalukan ‘Gli Azzurri’ Italia beberapa hari yang lalu, juara zona Amerika Utara USA berhasil membalik semua prediksi. Mereka menyiksa Mesir tiga gol tanpa balas. Skor 3-0 untuk USA bertahan sampai peluit terakhir dibunyikan sekaligus mengirim pulang Mesir dan Italia lebih dini dari Confederations Cup.

Mesir sendiri bermain anti-klimaks, tidak seperti ketika bertanding melawan Brazil dan Italia, benteng pertahanan Pasukan Fir’aun sangat keropos sehingga mudah diobrak-abrik oleh Landon Donovan. Penyebab utama kegagalan Mesir salah satunya disebabkan tidak bermainnya Mohammed Zidan, bintang yang bersinar saat melawan Brazil dan Italia. Selain itu, perubahan pola permainan dari bertahan menjadi menyerang juga membuat pemain-pemain Mesir kehilangan kendali permainan.

Ada juga yang mengatakan, konsentrasi pemain-pemain Mesir terganggu akibat hilangnya barang-barang berharga mereka di kamar hotel karena dibobol maling. Berita terbaru menyebutkan, maling tersebut disinyalir adalah para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang beberapa saat sebelumnya ‘dijadikan latihan membuat gol’ para pemain Mesir. Ini namanya habis ‘membobol’ malah kebobolan. Hehehe..

Di pertandingan lainnya, Brazil sukses mengukuhkan hegemoninya atas Italia sekaligus memimpin klasemen di grupnya untuk menemani USA melenggang ke babak semifinal. Tanpa ampun, pasukan samba menekuk ‘kepongahan’ Marcello Lippi dengan skor 3-0. Dengan hasil ini, juara Amerika Latin Brazil berhasil menghancurkan mimpi juara dunia Italia untuk merebut Confederations Cup pertama kalinya. Addio Azzurri!

Kembali ke USA. Mengawali pertandingan dengan peluang yang paling kecil untuk melaju ke semifinal dibandingkan Brazil, Italia dan Mesir, USA berhasil memanfaatkannya dengan baik. Dengan modal poin nol dan selisih gol minus lima (1-6), hasil dari kekalahan 1-3 melawan Italia dan 0-3 vs. Brazil, malah membuat The Sam’s Army tampil kesetanan dan membantai Mesir yang lebih berpeluang.

Mesir memiliki peluang yang lebih besar karena mereka punya modal poin tiga dan selisih gol nol (4-4) hasil dari kekalahan 3-4 lawan Brazil dan kemenangan sensasional 1-0 atas Italia. Sedangkan pasukan biru Italia (yang kali ini tampil dengan seragam aneh, biru kehijauan dan celana coklat) memiliki modal poin tiga dan selisih gol plus satu (3-2) hasil dari kemenangan susah payah 3-1 lawan USA dan kekalahan memalukan 0-1 dari Mesir. Untuk Brazil, memang sudah relatif aman karena modalnya paling besar dengan poin enam dan selisih gol plus empat (7-3) hasil dari kemenangan kontroversial 4-3 dari Mesir dan kemenangan mudah 3-0 lawan USA.

Melihat komposisi klasemen di atas, seharusnya Italia dan Mesir yang berpeluang lebih besar menemani Brazil ke semifinal. Tetapi inilah sepak bola, peluang sekecil apapun asal dimanfaatkan dengan baik bisa mengubah keadaan. USA sudah membuktikannya.

Dengan hasil akhir poin tiga dan selisih gol minus dua (4-6), USA menyisihkan Mesir yang poin akhirnya tiga juga, tetapi selisih golnya minus tiga (4-7). Lebih sakit lagi Italia, poin akhirnya sama-sama tiga dan selisih golnya juga sama dengan USA, minus dua (3-5), tetapi kalah dalam jumlah memasukkan gol. Italia hanya memasukkan tiga gol sedangkan USA berhasil memasukkan empat gol selama babak penyisihan grup. Akhirnya USA yang menemani Brazil ke semifinal. Brazil sendiri menutup babak penyisihan grup dengan rekor sempurna, poin sembilan dan selisih gol plus tujuh (10-3).

Dengan selesainya babak penyisihan grup, ronde semifinal akan mempertemukan Spanyol, juara grup A, yang sudah terlebih dahulu lolos sehari sebelumnya, melawan USA, runner-up grup B. Sedangkan Brazil, juara grup B, akan melawan tuan rumah, Afrika Selatan, yang lolos sebagai runner-up grup A.

Bagaimana dengan prediksi babak final? Tampaknya Brazil dan Spanyol yang paling difavoritkan bertemu di partai puncak dan Spanyol diunggulkan keluar sebagai juara Confederations Cup untuk pertama kalinya. Tetapi, sekali lagi, bola itu bundar. Peluang sekecil apapun sangat berarti. USA dan Afrika Selatan masih bisa memanfaatkannya. Tidak ada yang bisa memastikan. Saya sendiri berharap terjadi kejutan. Bosan, kalau juaranya tim besar lagi, macam Spanyol. Apalagi Brazil, saya harap tidak, deh.

June 21, 2009

Membangunkan Seorang Pemenang yang Sedang Tidur

Timnas sepak bola Korea Utara (Korut) membuat ‘kejutan’ pada penyisihan World Cup 2010 zona Asia. Mereka memastikan diri merebut salah satu tiket wakil Asia ke putaran final di Afrika Selatan tahun depan dengan menyisihkan pesaing-pesaing yang lebih punya nama seperti Arab Saudi dan Iran.

Dua tahun yang lalu, tepatnya pada saat putaran final Asian Cup 2007 yang dihelat di Jakarta, timnas sepak bola Iraq juga mengejutkan publik bola Asia dengan menjadi juara di even empat tahunan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, macan-macan Asia seperti Jepang, Korea Selatan (Korsel), Iran, Arab Saudi dan pendatang baru Australia, mereka taklukkan. Dan puncaknya, tahun ini timnas Iraq berlaga di Confederations Cup mewakili Asia melawan juara-juara dari benua lain.

Bila kita bandingkan, prestasi Korut dan Iraq dengan timnas sepak bola Indonesia saat ini bagaikan bumi dan langit. Sungguh ironis. Korut saat ini adalah salah satu negara termiskin di Asia. Fasilitas dan infrastruktur sepak bola di sana juga minim. Jangan harap ada siaran langsung sepak bola Eropa di negara komunis tersebut seperti yang kita nikmati setiap minggu di sini.

Korut bisa berprestasi seperti saat ini karena mereka memiliki mental seorang pemenang. Pada World Cup 1966, timnas sepak bola Korut menjadi negara pertama dari Asia yang bisa menembus babak perempat final. Prestasi tersebut belum bisa dikalahkan oleh negara Asia mana pun, kecuali saudaranya (sekaligus musuhnya), Korsel, yang berhasil menggapai babak semifinal pada World Cup 2002.

Di luar sepak bola, Korut juga dikenal sebagai negara yang BERANI. Korut adalah satu-satunya negara komunis ‘murni’ di Asia yang masih tegak berdiri sampai saat ini. Saudaranya yang jauh lebih kaya, Korsel, bahkan selalu merasa ‘takut’ terhadap Korut dan selalu meminta perlindungan ‘bos’-nya, yaitu Amerika. Keberanian bangsa Korut menghadapi hegemoni Amerika inilah yang mungkin menular ke timnas sepak bolanya. Mereka tidak pernah ‘takut’ menghadapi lawan-lawannya, bahkan yang mempunyai ‘nama besar’ sekali pun.

Demikian juga di Iraq, negeri ini porak-poranda akibat perang. Stadion-stadion sepak bola hancur kena bom sehingga mereka terpaksa menjadi tim ‘nomaden’ yang menjamu lawan-lawan tandingnya dengan meminjam stadion milik negara lain. Kompetisi sepak bola di dalam negerinya juga tidak berjalan. Dengan segala macam kondisi minus tersebut, Iraq masih bisa berprestasi karena mereka mempunyai mental seorang pemenang, atau lebih tepatnya mereka ‘dipaksa’ untuk mempunyai mental seorang pemenang.

Pada saat Saddam Hussein masih berkuasa dulu, federasi sepak bola Iraq (PSSI-nya Iraq) dipimpin oleh salah seorang putra Saddam yang terkenal bengis, yaitu Uday. Sang putra mahkota ini dikenal sebagai orang yang sangat membenci kekalahan. Jadi, pada waktu itu, para pemain timnas sepak bola Iraq selalu diancam saat mereka bertanding, karena kalau sampai kalah, mereka akan DISIKSA. Bahkan ada rumor, pemain yang tampil sangat buruk akan dijadikan SANTAPAN UNTUK BUAYA DAN SINGA peliharaan Uday.

Mungkin karena kebiasaan itulah, sampai saat ini para pemain Iraq selalu mempunyai target menang dalam setiap pertandingan. Bagi mereka, MENANG ADALAH HARGA MATI. Mental untuk selalu menang ini mengalahkan segala-galanya, termasuk kemiskinan yang melanda kehidupan mereka. Bayangkan, salah seorang pemain timnas Iraq tidak mampu membeli travel bag seharga Rp 500 ribu saat mereka berlaga di Asian Cup 2007 lalu. Bandingkan dengan penghasilan para pemain timnas Indonesia, macam Budi Sudarsono, Bambang Pamungkas, dll, yang kabarnya mencapai Rp 100 juta per bulan.

Bangsa Indonesia sebenarnya juga sudah memiliki mental seorang pemenang seperti halnya Korut dan Iraq. Hanya saja, sang pemenang itu saat ini sedang TERTIDUR. Pada tahun 50’an dan 60’an, timnas sepak bola Indonesia sempat disegani dan menjadi macan Asia. Di Olimpiade Melbourne 1956, Pasukan Garuda berhasil menahan imbang 0-0 timnas Uni Soviet yang saat itu menjadi salah satu tim terkuat di dunia dan dipimpin oleh Lev Yashin, penjaga gawang terbaik dunia sepanjang masa (namanya kini diabadikan sebagai nama penghargaan penjaga gawang terbaik dunia versi FIFA, yaitu FIFA Lev Yashin Award).

Ditakutinya timnas Indonesia kala itu, sedikit banyak tertular oleh semangat nasionalisme berani mati dan pantang menyerah yang digelorakan oleh pemimpin besar kita, Bung Karno. Tidak hanya tim sepak bolanya, pasukan perang kita juga sangat ditakuti di kawasan Asia. Padahal, saat itu Indonesia adalah salah satu negara termiskin di Asia.

Slogan ‘Ganyang Malaysia!’ waktu jaman Bung Karno sampai membuat negeri jiran tersebut terbirit-birit dan meminta perlindungan ‘ibunya’, yaitu Inggris. Tetapi saat ini, apa yang terjadi? Warga negara dan wilayah kita menjadi bulan-bulanan Malaysia, diacak-acak, disiksa, dan disilet-silet, kita hanya ‘diam’ saja. Bahkan ada gurauan di Malaysia, “Tidak perlu takut kalau diserang pesawat militer Indonesia, nantinya bakal jatuh sendiri kok!” Menyakitkan, bukan?

Di bidang sepak bola pun, saat ini timnas kita berkali-kali dipermalukan oleh ‘negara kecil’ seperti Singapura dan ‘negara yang baru membangun’ seperti Vietnam. Apalagi menghadapi Thailand, yang tim sepak bolanya terkuat di Asia Tenggara, kalah sudah biasa bagi kita.

Oleh karena itu, bila ada orang yang mengatakan bahwa sepak bola Indonesia tidak bisa maju karena di sini fasilitasnya minim, infrastrukturnya kurang memadai, kompetisinya masih amburadul, dan berbagai macam kendala teknis lainnya, saya katakan itu semua: BULLSHIT! Sepak bola kita terpuruk, dan juga di segala bidang yang lain, dikarenakan satu hal: MENTAL SEORANG PEMENANG!

Mari kita bangunkan mental seorang pemenang yang saat ini sedang tertidur. Bila mental seorang pemenang ini sudah bangun, kita pun juga bisa menjadi juara Asia seperti Iraq dan lolos ke putaran final World Cup seperti Korut. Sangat disayangkan bila kita hanya bisa lolos ke putaran final World Cup dengan ‘jalan pintas’ mencalonkan diri menjadi tuan rumah (saat ini PSSI sudah mengajukan proposal ke FIFA untuk mencalonkan diri menjadi tuan rumah World Cup 2018 atau 2022).

Dengan mental seorang pemenang dan pemberani yang kita miliki, tidak sepantasnya kita ‘loyo’ dalam menghadapi pertandingan apa pun. KEMENANGAN ADALAH HARGA MATI. Percuma digaji ratusan juta bila mentalnya masih mental krupuk. Fasilitas, sarana, dan kompetisi yang kita miliki jauh lebih maju daripada Korut dan Iraq. Skill pemain kita juga tidak kalah. Lihat saja kualitas individu seorang Boaz Solossa, putra Papua, yang saya rasa layak bermain di kompetisi tingkat Eropa.

Seharusnya, setiap pemain sepak bola Indonesia, dan kita semua, punya motto: Dengan GARUDA di dadaku, tidak ada yang bisa menghalangi. Jadilah pemberani dan raih semua impian! Itulah motto seorang pemenang. Layaknya burung garuda yang terbang tinggi di angkasa, setinggi impian kita, dan seorang pemberani, layaknya banteng yang akan menerjang apa pun yang menghadang.

Sebagai solusi pamungkas, saya juga sempat berpikir, apa kira-kira yang harus kita lakukan untuk membangunkan kembali seorang pemenang yang sedang tertidur ini, terutama bila semua cara sudah tidak mempan? Apakah harus diancam untuk dijadikan santapan buaya dulu?

June 16, 2009

Surat Che Guevara Kepada Anak-Anaknya (1965)

Untuk anak-anakku…

Hildita, Aleidita, Camilo, Celia dan Ernesto terkasih…

Bacalah baik-baik surat ini, karena aku tidak lagi bersamamu. Praktis kau tidak akan mengingatku lagi, dan kau yang paling kecil tidak akan ingat padaku sama sekali.

Ayahmu ini seorang manusia yang bertindak atas keyakinan yang dipegangnya dan setia pada pendiriannya.

Tumbuhlah kalian sebagai revolusioner yang baik. Belajarlah yang tekun hingga kalian dapat menguasai teknologi, yang akan memungkinkan kalian menguasai alam. Camkanlah bahwa revolusi adalah hal yang pokok, dan masing-masing dari kita, seorang diri, tak akan ada artinya.

Di atas segalanya, kembangkan selalu perasaan yang dalam pada siapa pun yang mengalami ketidakadilan, dimana pun di dunia ini. Inilah kualitas yang paling indah dari seorang revolusioner.

Hingga kapan pun juga, anak-anakku, aku masih berharap melihatmu. Cium mesra dan peluk erat dari…

Ayah

(Dikutip dari buku Catatan Revolusioner Che Guevara, Yayasan Litera Indonesia, 2000)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Betapa pun revolusioner dan kerasnya Ernesto ‘Che’ Guevara dalam usaha mewujudkan pendirian ideologi dan politiknya, dia tetaplah seorang manusia biasa. Manusia yang memiliki kasih bagi sesama, terutama untuk anak-anaknya. Surat di atas dibuat Che untuk anak-anaknya pada tahun 1965. Meskipun dia belum ke Bolivia yang merupakan tempat akhir hidupnya (1967), namun dia seolah tahu bahwa umurnya tidak akan panjang dan akan berpisah dengan anak-anaknya selagi mereka masih kecil-kecil.

Siapa yang menyangka, seorang Che Guevara yang bertitel dokter justru lebih tertarik masuk hutan demi meruntuhkan kelaliman penguasa dan imperialisme.

Hasta la Victoria siempre! Sampai kemenangan abadi nanti! Begitu bisik Che Guevara kepada Julia Cortez, seorang guru di sekolah terpencil di Bolivia. Julia amat terpana dengan gerilyawan Kuba yang saat itu menjadi tawanan tentara Bolivia. Sosok dan tutur katanya tidak seperti tawanan pada umumnya.

Tak lama setelah pertemuan itu, Che dieksekusi tentara Bolivia (9 Oktober 1967). Ia mati muda dalam usia 39 tahun. Kepergiannya ke Bolivia sebenarnya sudah dicegah Fidel Castro. Pemimpin Kuba ini bahkan sudah memberinya berbagai jabatan. Tetapi, keinginannya memerangi kapitalisme-imperialisme di berbagai bangsa, terutama di Amerika Latin, telah mengalahkan segala-galanya.

Walau demikian, meski ajal telah menjemputnya lebih dari 40 tahun yang lalu, namanya masih tetap populer hingga kini. Kisah hidup dan gambar grafis wajah tampannya yang berbaret hitam dan dipasangi bintang bahkan masih disukai kaum muda dunia, bahkan di Indonesia. Tak dapat dipungkiri, Che adalah salah satu ikon terbesar dalam sejarah modern.

(Icons of The World, Edisi Koleksi ANGKASA No. XL, 2007)

Mengenang 81 tahun kelahiran Ernesto Guevara de la Serna a.k.a Che Guevara (Rosario de Santa Fe, Argentina, 14 Juni 1928 – 14 Juni 2009).

June 15, 2009

Lima Jurus Ampuh Bila Anda Ingin Bahagia

Apakah tujuan hidup Anda? Kaya, sukses, atau bahagia? Apakah kalau kita kaya selalu bahagia? Kalau begitu, apa yang bisa membuat Anda bahagia?

Saya yakin Anda masing-masing sudah mengetahui apa yang bisa membuat Anda bahagia. Setiap orang pasti mempunyai versi sendiri bagaimana bahagia menurut mereka. Demikian juga halnya dengan saya. Menurut versi saya, ada lima jurus ampuh untuk menjadi bahagia.

  1. Bebaskan pikiran dari ketakutan.

Rasa takut sebenarnya hanya ada dalam pikiran kita. Setiap orang pasti mempunyai rasa takut, termasuk saya. Bagaimana cara menghadapi rasa takut tersebut? Sederhana. Berdoalah. Serahkan segalanya kepada Tuhan.

  1. Bebaskan perasaan dari kebencian, dendam, curiga dan iri hati.

Rasa benci, dendam, curiga dan iri hati hanya akan merugikan diri kita sendiri. Emosi-emosi negatif tersebut akan membuat diri kita selalu diliputi perasaan tidak tenang, khawatir dan was-was. Bisakah kita bahagia dengan hidup yang seperti itu?

  1. Bersikaplah sederhana, seimbang dan tidak berlebih-lebihan.

Segala sesuatu yang berlebih-lebihan, apa pun itu, hasilnya tidak akan baik. Kesederhanaan dan keseimbangan dalam menjalani hidup, sangat kita perlukan untuk menjadi bahagia. Menurut saya, bekerja tanpa berdoa itu sombong, dan sebaliknya, berdoa tanpa bekerja itu omong kosong.

  1. Berilah lebih banyak dan kurangilah meminta.

Kebahagiaan manusia ditentukan bukan oleh banyaknya kekayaan yang ia peroleh, tetapi oleh banyaknya ia memberi.

  1. Selalu bersyukur, tersenyum dan bersikap optimis sesuai dengan akal sehat.

Apa pun yang terjadi, selalulah bersyukur kepada Tuhan, baik di saat senang atau susah. Dan selalulah optimis dalam menghadapi setiap masalah. Pasti ada solusi dari setiap kesulitan hidup asalkan mau tetap menggunakan akal sehat kita. Orang yang bahagia biasanya selalu mengisi hari-harinya dengan 3S: Syukur, Senyum dan Semangat.

Demikianlah lima jurus ampuh untuk menjadi bahagia versi saya. Semoga berguna juga untuk Anda.

Los Galacticos part II: It’s All about Business

Setelah Florentino Perez secara resmi terpilih menjadi Presiden Real Madrid yang baru, banyak pihak memperkirakan era Los Galacticos (tim bertabur bintang) jilid kedua akan segera dimulai. Dan prediksi itu benar adanya, karena tak lama kemudian datang kabar mengejutkan dengan ditransfernya bintang AC Milan, asal Brasil, Ricardo Kaka, ke Real Madrid. Belum hilang keterkejutan orang-orang, hanya berselang beberapa hari, giliran pemain terbaik dunia 2008, Cristiano Ronaldo, hengkang dari Old Trafford (markas MU) menuju Santiago Bernabeu (homeground El Real).

Transfer dua megabintang itu menelan biaya yang sangat fantastis. Total hampir Rp 2,3 triliun digelontorkan Florentino Perez “hanya” untuk membeli dua orang pemain (Rp 1,3 T untuk Ronaldo dan Rp 945 M untuk Kaka). Sebuah angka yang “gila” di saat dunia mengalami krisis finansial seperti sekarang.

Lebih edan lagi, dua pemain itu baru permulaan saja. Sudah ada sederet bintang-bintang lain berharga selangit yang menjadi bidikan Real Madrid selanjutnya. Tampaknya Florentino Perez betul-betul ingin membangun kembali kejayaan El Real, yang dicabik-cabik Barcelona musim ini, dengan kekuatan uang yang melimpah.

Sejarah membuktikan bahwa Los Galacticos jilid I (tahun 2000-2005), saat Florentino Perez menjabat sebagai Presiden Real Madrid pertama kalinya, terbukti mampu membawa kesuksesan bagi para Madridistas. Dengan pemain berlabel superstar pada masa itu (Luis Figo, Zinedine Zidane, Ronaldo, David Beckham, Michael Owen, Antonio Cassano, dan terakhir Robinho), Real Madrid merengkuh trofi Liga Champions Eropa 2002 dan sederet gelar kompetisi domestik di Liga Primera Spanyol.

Tidak hanya prestasi yang didapatkan, dari sisi bisnis, Real Madrid juga untung besar berkat penjualan berbagai macam aksesoris (merchandise), tiket stadion dan berbagai macam pemasukan lain dari iklan. Penjualan replika kostum David Beckham saja bisa menghasilkan omzet triliunan rupiah waktu itu.

Yang menjadi pertanyaan saat ini, mampukah Los Galacticos jilid kedua ini mengulang, bahkan melebihi kesuksesan jilid pertamanya? Untuk segi prestasi, saya masih meragukan hal itu karena Kaka dan Ronaldo bukanlah dewa yang PASTI bisa mempersembahkan gelar Liga Champions Eropa, meskipun keduanya adalah mantan jawara di tahun 2007 dan 2008.

Menurut saya, sepak bola adalah permainan tim yang bukan ditentukan oleh satu atau dua orang pemain bintang saja. Kita juga harus menunggu bagaimana racikan pelatih baru, Manuel Pellegrini, karena faktor pelatih juga sangat menentukan. Ingat, Barcelona musim ini sukses besar, selain adanya pemain hebat seperti Lionel Messi, karena faktor strategi pelatih muda yang sangat brilian, yaitu Pep Guardiola.

Oleh karena itu, saya hanya yakin Real Madrid akan sukses dari sisi bisnis musim ini. Dengan adanya sederet pemain hebat yang saat ini menghuni Santiago Bernabeu dan bintang-bintang lainnya yang bakal menyusul, keuntungan finansial yang akan diraup Madrid sepertinya lebih besar dibandingkan dengan Los Galacticos jilid pertama.

Apa yang mendasari hal tersebut? Salah satunya faktor CR7. Ronaldo saat ini tercatat sebagai pemain yang paling populer dan paling menjual dari sisi bisnis. Kemungkinan besar, penjualan dari replika kostumnya akan bisa mematahkan rekor David Beckham. Itu baru soal kostum, belum keuntungan dari sisi yang lainnya (pernak-pernik, merchandise, tiket langganan, sponsor, iklan) yang bernilai triliunan rupiah. Dan itu semua akan dinikmati Real Madrid karena magnet yang bernama Cristiano Ronaldo.

Jadi, saya kira Florentino Perez tidak salah karena telah menginvestasikan uang 1 triliun rupiah lebih, hanya untuk seorang CR7. Ini adalah sebuah keputusan bisnis yang brilian karena keuntungan yang didapat oleh Real Madrid akan berlipat-lipat setiap tahunnya. Jangan heran bila tahun depan Real Madrid akan kembali menjadi klub sepak bola terkaya di dunia. It’s all about business.

June 13, 2009

Mau yang “plus-plus”, dong!

Sebentar, jangan berpikiran yang macam-macam dulu. Memang, kalau mendengar kata “plus-plus”, pikiran kita selalu mengarah ke hal-hal yang negatif, seperti pijat “plus-plus”, salon “plus-plus”, karaoke “plus-plus”, pelayan “plus-plus”, pembantu “plus-plus”, sekretaris “plus-plus”, sampai sopir “plus-plus". Hehehe..

Plus-plus yang saya maksud di sini sangat jauh dari makna negatif. Plus-plus versi saya adalah plus-plus yang sesuai dengan arti “aslinya”. Plus artinya tambah alias positif. Jadi, plus-plus maksud saya adalah semua hal yang bersifat positif dan memberi nilai tambah.

Saya memang sering heran, kenapa hal-hal negatif di atas dilabeli “plus-plus”? Padahal kata-kata yang cocok sebenarnya “minus-minus”, soalnya membuat “minus” isi kantong kita. Betul, nggak?

Anehnya lagi, banyak orang yang lebih suka “plus-plus” di atas daripada “plus-plus” versi saya. Plus-plus versi saya adalah berdoa “plus-plus”, bekerja “plus-plus”, berpikir “plus-plus”, dan belajar “plus-plus”.

Kenapa kalau berdoa, bekerja, berpikir dan belajar, seringkali kita hanya “biasa-biasa” saja? Kenapa tidak berusaha memberi nilai “lebih” dalam berdoa, belajar, berpikir dan bekerja?

Prinsip “plus-plus” ini, kalau diterapkan, saya yakin akan membawa kesuksesan bagi Anda semua. Mulai saat ini, berdoalah sedikit “lebih” sering, belajarlah sedikit “lebih” banyak, berpikirlah sedikit “lebih” positif, dan bekerjalah sedikit “lebih” keras dari biasanya.

Saya yakin, kalau Anda mau berusaha untuk sedikit “plus-plus” maka Tuhan pun akan kembali memberi yang “plus-plus” juga untuk Anda.

Jadi, masih mau yang “biasa-biasa” saja? Kalau saya, mau yang “plus-plus”, dong!

June 11, 2009

Arti Sebuah Etos Kerja

Dalam hal etos kerja, para pegawai dan eksekutif di Indonesia sepertinya masih harus belajar banyak dari Amerika.

Baru-baru ini, CEO Citibank, Vikram Pandit, hanya menggaji dirinya dengan bayaran USD 1 (sekitar Rp 10 ribu) per TAHUN. Hal itu dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawabannya untuk memulihkan kondisi Citibank yang amburadul akibat krisis finansial global. Sebagai orang nomor satu di Citibank, dia menolak untuk mengundurkan diri dan bersumpah untuk terus bekerja sampai Citibank kembali ke posisi semula dan keluar dari krisis finansial yang dialaminya.

Kerelaan untuk bekerja nyaris tanpa dibayar inilah yang patut dicontoh oleh seluruh pegawai dan eksekutif di Indonesia. Di saat krisis seperti ini, banyak di antara kita yang malah membebani perusahaan dengan berbagai macam tuntutan, bukannya bekerja lebih keras untuk menyelamatkan perusahaan dari krisis.

Nilai loyalitas atau kesetiaan juga patut ditiru. Di saat perusahaan hampir bangkrut, jangankan rela dipotong gajinya, malah banyak eksekutif kita berpindah kerja ke perusahaan lain yang menawarkan gaji lebih tinggi.

Etos kerja yang buruk itu bisa membuat bangsa ini terjerembab ke dalam krisis. Dan sekali kita terjerumus, akan sulit untuk keluar, KECUALI kita mau berubah dan meningkatkan etos kerja yang saat ini masih sangat rendah.

Tanggung jawab, kerelaan untuk berkorban, dan kesetiaan adalah tiga hal penting yang harus selalu dimiliki oleh kita semua. Dengan tiga hal tersebut, saya yakin bangsa ini mampu mengalahkan krisis apa pun. Keputusan ada di tangan kita semua. Masih mau mementingkan diri sendiri atau mulai belajar dan berubah untuk mengutamakan kepentingan bersama?

June 10, 2009

Terima Kasih

Terima kasih. Sudah berapa kali Anda mengucapkannya hari ini? Berkali-kali? Mungkin sampai lupa menghitungnya? Atau belum sama sekali?

Terima kasih seringkali hanyalah sekedar basa-basi. Sebuah ucapan tanpa sadar yang berulang kali kita ucapkan atas sebuah pertolongan “kecil” yang diberikan oleh orang lain kepada kita.

Bagi saya, TERIMA KASIH adalah salah satu kata terindah yang pernah diciptakan manusia selain CINTA. Kenapa disebut terima kasih (cinta = kasih)? Karena terima kasih sebenarnya adalah balasan atas cinta kasih yang sudah diberikan kepada kita.

Oleh karena itu, kenapa kita tidak pernah lupa berterima kasih kepada orang lain atas sebuah pertolongan “kecil” mereka, sedangkan kepada orang-orang yang sudah mencintai kita sepenuhnya, kita sering lupa berterima kasih?

Sudahkah kita berterima kasih kepada orang tua yang sudah merawat dan membesarkan kita dengan penuh cinta kasih? Sudahkah kita berterima kasih kepada pasangan yang dengan tulus mendampingi kita seumur hidupnya? Sudahkah kita berterima kasih kepada anak-anak atas baktinya kepada kita? Dan terlebih lagi, sudahkah kita berterima kasih kepada Tuhan yang sudah menciptakan dan mengizinkan kita bernafas hari ini?

Terima kasih semuanya.

June 09, 2009

Waktu...

Ilmuwan terbesar abad ini, Albert Einstein, mengatakan bahwa waktu itu relatif. Bila kita sedang bersama kekasih, satu jam serasa satu detik. Sebaliknya, jika kita sedang memegang bara api, satu detik serasa satu jam. Intinya, waktu serasa begitu singkat bila kita menikmatinya, dan terasa sangat lama jika kita tidak menikmatinya.

Fenomena ini mungkin juga terasa bila kita dipenjara. Banyak narapidana yang merasakan waktu begitu lama. Sehari dipenjara serasa setahun di luar penjara. Menunggu waktu kebebasan yang tidak kunjung datang bahkan bisa membuat mereka stress dan tertekan jiwanya. Waktu memang bisa terasa sangat lama jika kita menunggu-nunggu sesuatu. Sepertinya, setelah dipenjaralah kita bisa memahami betul apa arti waktu dan bisa menghargai kebebasan waktu yang selama ini kita dapatkan.

Saya pribadi, akhir-akhir ini merasakan waktu begitu cepatnya berlangsung. Tanpa terasa, tahun 2009 ini sudah hampir separuh kita jalani. Begitu cepat. Padahal, seperti baru kemarin saya merayakan tahun baru 2009. Apakah ini tandanya saya menikmati hidup saya sehingga waktu terasa cepat berlalu?

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga merasakan hal yang sama dengan saya? Apa pun yang Anda rasakan, itu tidak menjadi masalah, karena waktu memang relatif. Yang penting sekarang ini adalah bagaimana kita bisa menghargai waktu yang sudah semesta berikan kepada kita.

Bagi saya, anugerah terbesar yang saya terima, selain cinta dan kasih sayang, bukanlah uang yang melimpah, kekayaan tanpa batas, kedudukan tinggi, karir yang hebat, tetapi WAKTU yang saya nikmati sampai saat ini. Pemberian yang satu ini tidak hanya harus dihargai tetapi juga harus digunakan sebaik-baiknya.

Bila Anda seorang orang tua, dan Anda memberikan hadiah mainan kepada anak Anda. Tetapi kemudian anak Anda malah membuang mainan tersebut. Apa yang Anda rasakan? Sakit hati, bukan? Atau, mungkin Anda marah? Itu adalah suatu hal yang wajar. Setiap orang tua pasti sakit hati dan marah bila melihat anaknya tidak menghargai pemberiannya. Apalagi jika pemberian itu didapatkan dari hasil kerja keras siang-malam demi anak tercinta.

Hal inilah yang membuat saya juga sangat berusaha untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya. Saya tidak ingin semesta marah karena melihat pemberiannya yang sangat berharga, yaitu WAKTU, saya buang dan saya sia-siakan. Saya tidak ingin semesta mengambil lagi waktu yang sudah diberikan kepada saya. Saya ingin membuktikan bahwa saya adalah anak yang berbakti dan layak diberi kesempatan untuk menggunakan waktu yang sudah diberikan untuk kebaikan saya dan kebaikan orang-orang di sekililing saya.

Segalanya bisa saya dapatkan kembali. Kecuali, waktu.

To Finish First, You Must First Finish

Bagi seorang pembalap, memenangkan lomba adalah tujuan utamanya. Untuk bisa memenangkan lomba, seorang pembalap harus mencapai garis finish terlebih dahulu dibandingkan pembalap-pembalap lainnya. Sederhana sekali.

Bila memenangkan lomba sangat sederhana, kenapa banyak pembalap yang tidak bisa melakukannya? Jawabannya: mencapai garis finish terlebih dahulu memang sederhana, yang sulit adalah terus membalap puluhan lap (putaran) dengan konsisten untuk menyelesaikan lomba.

Bukanlah suatu pekerjaan sederhana untuk tetap fokus dan berkonsentrasi berjam-jam dalam menyelesaikan suatu lomba. Seorang pembalap dituntut untuk tidak membuat kesalahan sekecil apa pun saat lomba, karena bila lengah 1 detik saja, nyawa adalah taruhannya.

Kesalahan-kesalahan hanya boleh dilakukan saat simulasi lomba (biasanya menggunakan program komputer mirip video game) Di sana Anda bisa menabrakkan mobil berkali-kali tanpa takut kehilangan nyawa. Jadi, di sini ungkapan: don’t make mistakes if you want to fail (baca note/catatan/tulisan saya sebelumnya), tidak berlaku. Yang berlaku adalah ungkapan: don’t make a mistake if you want to live. Hehehe..

Seseorang bernama Jenson Button, tahun ini sudah membuktikannya. Dalam ajang balap mobil Formula1, pembalap tim Brawn-GP ini sudah memenangkan 6 lomba di antara 7 lomba yang sudah diadakan tahun 2009 ini. Sebuah prestasi yang dihasilkan berkat kerja keras, fokus, dan konsistensi.

Bagi Jenson Button, prinsip yang berlaku adalah: to finish first, you must first finish. Untuk mencapai garis finish pertama kali, terlebih dahulu Anda harus mampu menyelesaikan lomba, kira-kira begitulah artinya. Jadi, tidak ada artinya bila Anda membalap dengan cepat, lalu tiba-tiba mobil Anda ngadat di tengah jalan sebelum Anda menyelesaikan lomba. Atau mungkin Anda kehilangan fokus dan menabrakkan mobil saat memimpin lomba. Semuanya menjadi sia-sia belaka.

Demikian juga dalam kehidupan ini, bila Anda mempunyai suatu tujuan, jangan sampai Anda kehilangan fokus dan menabrak “dinding” di tengah jalan. Lebih cepat belum tentu lebih baik kalau Anda “membalap” secara ngawur. Jangan berpikir untuk cepat-cepatan terlebih dahulu, berpikirlah untuk menyelesaikan lombanya. Itu yang paling penting.

Bila Anda saat ini sedang mengejar suatu posisi dalam karir Anda, jangan hanya fokus untuk cepat-cepat mencapai posisi itu, tetapi fokuslah juga bagaimana Anda bisa terus bertahan dalam menyelesaikan PROSES untuk mencapai posisi itu. Banyak sekali orang yang grusa-grusu, ingin cepat, ingin instant, ingin duluan, ingin terlihat hebat karena dia menjadi yang pertama, tetapi hasilnya dia menyerah di tengah jalan. Mobilnya mogok karena terus-terusan digeber sampai lupa mengisi bensin, atau karena terlalu bernafsu, akhirnya lengah dan menabrak dinding pengaman.

Kesimpulannya, kehidupan ini bukan hanya balap adu cepat, tetapi juga adu ketahanan, adu konsistensi, adu konsentrasi, dan harus diselesaikan dalam puluhan lap (putaran), bukan hanya satu lap saja. Jenson Button sudah mengajarkan banyak hal kepada saya. Dan saya harap, Anda juga bisa belajar darinya.

Sisipan:

Sekelumit tentang Jenson Button

Jenson Button adalah seorang pembalap berbakat. Dia mengawali karirnya di F1 tahun 2000. Sayangnya, dia banyak membalap untuk tim-tim kecil dan menengah, bukan tim-tim kaya seperti Ferrari dan McLaren, sehingga bakatnya seperti tersia-siakan.

Bukan itu saja masalah yang dihadapi Jenson Button. Musim balap tahun ini hampir saja dia pensiun karena tim yang dibelanya, Honda F1 Racing, mengundurkan diri akibat krisis finansial global.

Satu yang saya yakini, Tuhan tidak pernah tinggal diam melihat umatNya yang sudah berusaha. Honda F1 Racing akhirnya dibeli secara patungan oleh konsorsium yang dipimpin mantan karyawannya (Ross Brawn-Direktur Teknik dan Kepala Perancang Honda F1 Racing) dan namanya berubah menjadi Brawn-GP.

Dengan dana yang pas-pasan dan tanpa sponsor, kecuali Virgin Group-nya Richard Branson (karena itu warnaya putih bersih, tidak seperti tim-tim lain yang warna-warni), tim yang saat ini merupakan tim termiskin di F1, melanjutkan perjuangannya di ajang balap mobil paling bergengsi di dunia, F1 Racing.

Jenson Button sendiri tidak jadi pensiun, dia tetap membalap untuk Brawn-GP meskipun gajinya harus dipotong (mungkin termasuk yang paling rendah di antara para pembalap F1 saat ini). Bagi dia, membalap adalah hidupnya. Bahkan, mungkin dia rela tidak dibayar asal bisa tetap membalap di F1.

Saat ini, Jenson Button sudah separuh jalan dalam mencapai impiannya, menjadi seorang juara dunia F1. Dan saya yakin, tahun ini Jenson Button akan benar-benar menjadi juara dunia F1 yang baru. The next world champion and the next legend has born! Unbelievable Jenson Button!

June 08, 2009

Don’t Make Mistakes if You Want to Fail

Jangan membuat kesalahan-kesalahan jika Anda ingin gagal. Bukankah terbalik? Seharusnya: jangan membuat kesalahan-kesalahan jika Anda ingin berhasil. Itu mungkin menurut Anda. Kalau menurut saya, seharusnya seperti kalimat yang pertama tadi: jangan membuat kesalahan-kesalahan jika Anda ingin gagal.
Dengan kata lain, kita harus membuat kesalahan-kesalahan jika ingin berhasil? Yup! Betul sekali! Aneh, bukan? Jangan bingung dulu. Sebenarnya hal ini sangat sederhana.

Sewaktu saya sekolah dulu (SMP tepatnya), ada pelajaran yang sebenarnya tidak saya sukai, yaitu matematika (saya yakin hampir dari Anda semua juga). Tetapi berhubung guru yang mengajar termasuk guru yang “killer”, terpaksa saya harus suka, karena kalau tidak, bisa-bisa saya tidak naik kelas gara-gara matematika.

Di dalam keterpaksaan mengerjakan soal-soal matematika, berulang kali saya membuat kesalahan-kesalahan, dan berulang kali juga saya harus menerima hukuman dari sang guru gara-gara kesalahan saya itu. Salah lagi, dihukum lagi. Salah lagi, dihukum lagi. Salah lagi, dihukum lagi. Begitu seterusnya selama tiga tahun (saya diajar oleh guru matematika yang sama selama tiga tahun di SMP).

Karena sudah bosan dihukum, akhirnya saya bertekad untuk BELAJAR lebih keras supaya saya bisa mengerjakan soal-soal matematika tersebut dengan benar. Saya belajar dari kesalahan-kesalahan yang sudah saya buat sebelumnya. Saya terus berlatih mengerjakan soal-soal matematika. Salah lagi, dihukum lagi, belajar lagi, berlatih lagi, terus berulang-ulang saya lakukan. Dan puncaknya, waktu nilai EBTANAS (sekarang UNAS) diumumkan, untuk mata pelajaran matematika, saya mendapat nilai 10.00 alias SEMPURNA. Wow! Saya sendiri juga tidak pernah menyangka.

Mulai saat itu, saya menyadari bahwa kesalahan-kesalahan yang saya buat, dan hukuman-hukuman yang saya terima itulah yang memacu saya untuk terus belajar dan berlatih. Seandainya saya jarang membuat kesalahan, mungkin saya akan malas-malasan belajar, dan bisa jadi saya akan GAGAL dalam ujian akhir.

Oleh karena itu, saat ini saya tidak takut lagi membuat kesalahan, saya tidak takut lagi mendapat hukuman, malah saya sering menghukum diri saya sendiri bila saya membuat kesalahan. Tetapi, tidak lupa juga saya memberikan penghargaan bagi diri sendiri bila berhasil mencapai sesuatu. Singkatnya, saya menerapkan reward and punishment bagi diri saya sendiri.

Bagi Anda yang saat ini mungkin sering membuat kesalahan, tidak usah takut, tidak usah sedih, tidak usah merasa rendah diri. Cintailah kesalahan itu seperti Anda mencintai keberhasilan. Yang perlu Anda lakukan hanyalah merajut kesalahan-kesalahan itu dengan benang-benang emas yang disebut BELAJAR dan BERLATIH, sehingga akhirnya menghasilkan rajutan emas yang bernama KEBERHASILAN.

June 07, 2009

No Sacrifice, No Victory

Saya pernah bertanya kepada rekan-rekan saya: maukah Anda selalu mengalah? Rata-rata menjawab: Tidak. Kalau pun harus mengalah, itu karena terpaksa. Saya rasa hal itu sangat wajar, sebab setiap orang pasti ingin menang, bukan? Sudah menjadi kodrat manusia untuk menginginkan kemenangan dalam hidupnya karena setiap manusia adalah seorang pemenang.

Yang menjadi pertanyaan, dengan jalan seperti apa kita meraih kemenangan tersebut? Banyak orang menghalalkan segala cara demi mencuri kemenangan. Banyak orang yang tidak jujur dalam mengejar kemenangannya. Banyak orang ingin menang secara instant, tanpa melalui proses terlebih dahulu. Menurut saya, mereka semua bukanlah pemenang sesungguhnya. Mereka adalah pecundang yang mencuri medali kemenangan.

Ada seorang pemuda yang hobby berenang, tetapi dia menderita alergi klor (bahan untuk menjernihkan air kolam renang). Penyakit yang dideritanya tersebut tidak membuatnya menyerah dalam mengejar impiannya menjadi perenang top dunia. Dia mengorbankan dirinya dengan menahan rasa sakit setiap kali berlatih renang. Malah hal itu membuatnya berenang secepat mungkin agar tak terlalu lama bersentuhan dengan air. Pemuda itu bernama Ian Thorpe, pemenang lima medali emas Olimpiade.

Ada lagi seorang anak kecil yang didiagnosis kekurangan hormon pertumbuhan. Penyakit itu sempat membuatnya patah semangat. Karena ingat akan cita-citanya menjadi pemain sepak bola terbaik di dunia, akhirnya dia bangkit dan menjalani hari-harinya dengan terapi hormon untuk menyembuhkan penyakitnya. Sambil menjalani perawatan, dia tidak lupa untuk terus berlatih sepak bola. Hingga sekarang, tinggi badannya “hanya” 169 cm (cukup pendek untuk ukuran pemain sepak bola di Eropa). Di usianya yang belum genap 22 tahun, baru saja dia memenangkan gelar Liga Champions Eropa 2009 bersama klubnya, FC Barcelona. Anak itu adalah Lionel Messi, pemain sepak bola terbaik saat ini (menurut saya) dan calon pemenang Piala Dunia 2010 bersama Argentina (semoga :p).

Ian Thorpe dan Lionel Messi adalah pemenang-pemenang sejati. Satu-satunya yang membedakan mereka dengan para pecundang yang bertopeng pemenang adalah: PENGORBANAN. Di saat orang lain menghabiskan masa mudanya dengan bersenang-senang, mereka mengorbankan dirinya untuk menjalani terapi perawatan penyakitnya dan terus berlatih, berlatih, dan berlatih. Memang menyakitkan, tetapi itulah pengorbanan yang harus dibayar demi sebuah kemenangan sejati. My pain, my gain. Itu kata Ian Thorpe. Tanpa pengorbanan, tidak ada kemenangan. No sacrifice, no victory.